Menjadikan pembaca semakin cerdas dan bermutu.

Jumat, 13 April 2012

Kritisisme Immanuel Kant

Oleh: Daqoiqul Misbah


Immanuel Kant
Pendirian aliran rasionalisme dan empirisme sangat bertolak belakang. Rasionalisme barpendirian bahwa rasio merupakan sumber pengenalan atau pengetahuan, sedangkan empirisme berpendirian sebaliknya bahwa pengalaman menjadi sumber tersebut. Maka, pada saat itu muncullah seorang filsuf paling penting dalam kebudayaan Barat yang karyanya sangat orisinil dan jangakuannya sangat luas. Filsuf tersebut bernama Immanuel Kant yang mencoba mensintesakan dua persoalan tersebut dan dengan cara demikian ia mengubah perjalanan filsafat.

Immanuel Kant, sang penghancur terbesar dalam dunia pemikiran, berusaha mengadakan penyelesaian atas pertikaian antara rasionalisme dan empirisme dengan filsafatnya yang dinamakan Kritisisme (aliran yang kritis). Ia mengakui kekuatan klaim empirisis bahwa pengalaman inderawi merupakan sumber semua keyakinan kita tetapi tidak dapat menerima kesimpulan skeptis-nya bahwa keyakinan-keyakinan tersebut dapat dibenarkan. Pada waktu yang sama ia menolak klaim rasionalis bahwa kebenaran faktual mengenai apa yang ada dan yang tidak ada dapat ditentukan secara konklusif dengan menggunakan nalar saja.

Filsafat Kant
            Immanuel Kant (1724-1804) umumnya dianggap sebagai yang terbesar di antara para filsuf modern. Kant memulai filsafatnya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Isi utama dari kritisisme adalah gagasan Immanuel Kant tentang teori pengetahuan, etika, dan estetika.

1. Ajaran tentang Pengetahuan
Ajaran pengetahuan secara prinsip terdapat dalam karyanya yang berjudul Kritik den reinen Vernunft ( Kritik atas Budi). Karya ini berfungsi sebagai proyek yang ditunjukkan untuk membuat sintesis antara Rasionalisme dan Emperisme. Rasionalisme menyatakan bahwa sumber pengetahuan adalah akal budi (rasio) saja, dan pengalaman hanya menegaskan apa yang telah ada dalam rasio. Sedangkan Empirisme berpendapat sebaliknya. Sumber pengalaman hanyalah pengalaman inderawi sehingga hanya yang bisa diindra saja yang bisa dijadikan dasar pengetahuan.  
Kant memberikan reaksi kritis terhadap kedua pendapat tersebut, meskipun Kant mengagumi filsafat Hume, namun ia tidak bisa menerima ajaran Hume yang mengatakan bahwa dalam ilmu pengetahuan alam tidak bisa dicapai kepastian, namun hanya kemungkinan. Dalam hal ini, Kant ingin membuktikan kemungkinan adanya pengetahuan a priori, yang mendasari filsafat transendennya, sebagai suatu prisip pengetahuan. Dari ide dasar ini, Kant lalu menjelaskan logika transendennya yang tujuan dasarnya adalah untuk menopang pengetahuan a priorinya dan menyadarkan bahwa pengetahuan tidak secara mutlak hanya berhenti pada pengetahuan emperik atau a posteriori.[1] 
Dalam bukunya yang berjudul Kritik der reinen Vernunft (KrV), Kant membedakan adanya hierarki dalam proses pengetahuan manusia, yaitu sebagai berikut:

v  Tingkat Pemahaman inderawi (Sinneswahrnehmung)
Pengetahuan kita merupakan sintesis atas unsur-unsur yang ada sebelum pengalaman (a priori) dengan unsur-unsur yang didapat setelah pengalaman (a posteriori). Pada tahap pemahaman indrawi ini sudah ada dua unsur a priori, yaitu ruang dan waktu (Raum und Zeit). Ruang dan waktu menurut Kant bukanlah bagian dari realitas empiris, melainkan merupakan perlengkapan mental atau instrumen rohaniah yang menggarap data-data indrawi. Pada tahap ini  yang terjadi adalah “pengalaman” manusia, belum “pengetahuan”.
            Kant berpendapat bahwa obyek persepsi langsung sebagian disebabkan karena benda eksternal dan sebagian karena aparatus persepsi kita sendiri. Untuk membuktikan bahwa ruang dan waktu merupakan bentuk a priori, Kant memiliki dua kelompok argumen; yang pertama metafisis, yang kedua epistemologis, atau sebagaimana ia menyebutnya, transendental. Istilah transendental yang dipakai Kant kerap disalahpahami. Karena melihat istilah itu sering muncul dalam halaman-halaman karya Kant, para pembaca awam kadang terdorong untuk menganggap bahwa ia berusaha memberikan cara mengakses segala hal yang sepenuhnya berada diluar dunia ini. Kant percaya bahwa yang dihasilkan oleh kritiknya terhadap rasio bisa dikatakan sebagai Revolusi Kopernikan dalam filsafat. Namaun, analogi yang dimaksudkan itu bersifat ambigu, sebagaimana pemakaian istilah transendental, pun banyak disalahpahami.[2]
            Sebelumnya telah disebutkan bahwa Kant memiliki dua kelompok argumen. Argumen-argumen tentang ruang diberikan secara lebih penuh ketimbang tentang waktu, karena diyakini bahwa yang kedua (waktu) pada dasarnya sama dengan yang pertama.


            Ada empat argumen metafisis mengenai ruang:
  1. Ruang bukanlah konsep empirik, yang diabstraksikan dari pengalaman luar, karena ruang dimisalkan keberadaannya dengan merujuk pada sesuatu yang eksternal, dan pengalaman eksternal hanya dimungkinkan melalui kehadiran ruang.
  2. Ruang merupakan kehadiran a priori mutlak, yang mendasari semua persepsi eksternal; karena kita tidak dapat membayangkan tentang ketiadaan ruang, kendati kita dapat membayangkan bahwa dalam ruang itu tidak ada apa pun.
  3. Ruang tidaklah diskursif dan bukan konsep umum mengenai hubungan benda secara umum, karena yang ada hanyalah satu ruang, sedangkan yang biasa kita sebut ”ruangan” hanyalah bagian-bagiannya, bukan keutuhannya.
  4. Ruang tersaji sebagai ukuran besar yang tak terhingga, yang melingkupi seluruh bagian ruang; hubungan ini berbeda dengan hubungan anatar konsep dengan contohnya, dan karena itu ruang bukanlah konsep, melainkan intuisi. [3]

v  Tingkat Akal budi (Verstrand)
Pada tingkat ini, akal budi (Verstrand) mulai bekerja secara spontan. Kerja akal mengatur data-data inderawi, yaitu dengan mengemukakan putusan-putusan. Segala hasil pengamatan indera diolah oleh akal hingga menjadi suatu sintese yang teratur, hingga menjadi putusan-putusan. Dalam hal ini, Kant menerapkan apa yang disebut dengan “kategori-kategori” (kategorien), yaitu konsep-konsep  fundamental atau pengertian pokok yang membantu manusia dalam menyusun ilmu pengetahuan. Kategori-kategori ini ada pada Subjek sebagai “struktur” yang tidak berasal dari pengalaman, sehingga sifatnya a priori. Menurut Kant, kategori-kategori yang secara khusus bersifat asasi adalah kategori-kategori yang menunjukkan kuantitas, kualitas, hubungan, dan modalitas. Menurut Kant, pada tingkat akal budi (Vertsrand) inilah kita bisa mendapatkan pengetahuan yang tepat dan mutlak, seperti ilmu pengetahuan alam. Dengan demikian bagi Kant, pengetahuan adalah pangalaman ditambah dengan kategori-kategori akal budi. Dengan ini Kant menolak pandangan Hume yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak bisa mencapai kepastian, namun hanya mampu memberikan kemungkinan.
  
v  Tingkat Budi atau Intelektual (Vernunft)
            Budi atau intelektual (Vernunft) adalah “kemampuan pengetahuan manusia yang tertinggi” atau “pengetahuan yang tertinggi”. Berbeda dengan akal budi, intelektualitas bukan menyusun pengetahuan manusia, melainkan bertugas untuk merangkum pengetahuan yang telah diperoleh pada tingkat sebelumnya.
Menurut Kant, ada 3 idea transendental, yaitu: 1) idea psikologis, yang disebut jiwa, adalah gagasan yang secara mutlak menjadi lapisan bawah segala gejala batiniah; 2) idea dunia yaitu, gagasan yang menyatukan segala gejala yang lahiriah; 3) Allah yaitu, gagasan yang mendasari segala gejala baik yang batiniah maupun yang lahiriah, yang merupakan suatu tokoh yang mutlak. Ketiga gagasan dasar atau idea ini  mengarahkan pengetahuan manusia, yang biasanya berupa pengalaman parsial, pada kesatuan yang menyeluruh dan tertinggi dari proses pengetahuan manusia. Meskipun ketiga idea ini mengarahkan pengalaman, tatapi ketiganya sama sekali tidak termasuk pengalaman. [4]
2. Ajaran Etika Kant
            Munculnya etika Kant, sebenarnya dilatarbelakangi oleh realitas bahwa pure reason yang menghasilkan sains tidak mampu memasuki wilayah neumena, yaitu dunia thing in itself. bagi Kan, rasio dan sains sangat terbatas dan hanya mengetahui penampakan objek. Ketika sains mencoba memasuki wilayah neumena, ia akan tersesat dan hilang dalam antinomy. Demikian juga ketika rasio mencoba memasuki wilayah neumena, ia akan terjebak dan hilang dalam paralogisme. Oleh karena itu, Kant berkeyainan bahwa untuk memasuki wilayah neumena termasuk didalamnya etika dan agama maka harus menggunakan practical reason (akal praktis).
            Dalam bangunan etika Kant, terdapat tiga postulat kategoris yang harus dipercaya kebenarannya. Postulat kategoris ini merupakan dalil-dalil akal praktis yang merupakan terma-terma pokok metafisika kesusilaan yang berada diluar jangkaun pembuktian teoritis. Ketiga postulat tersebut adalah: reiheit (kebebasan), unsterblickeit (imortalitas), dan das dasein gottes (eksistensi Tuhan). Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan kehendak. Kebebasan ini adalah a priori dan bersifat transendental serta merupakan dasar kepribadian. Imortalitas yang dimaksud adalah imortalitas jiwa. Sedangkan Tuhan adalah kebaikan tertinggi, kerena itu memercayai adanya Tuhan adalah suatu keniscayaan.
v  Imperatif Kategori
            Menurut Kant ada dua bentuk ketetapan kehendak, yaitu: a) Ketetapan yang subjektif, yang menjadikan seseorang menganggapnya sebagai pedoman untuk berbuat; disini senantiasa ada kemungkinan bahwa hal-hal yang subjektif memegang peranan, sehingga perbuatan itu menjadi perbuatan yang sewenang-wenang. b) Ketetapan yang objektif, yang memberi perintah (imperatif). Yang menjadikan kehendak itu harus terjadi, lepas daripada keinginan-keinginan pribadi. Jadi yang menentukan hanya suatu pandangan objektif, yang dimiliki rasio,yang berkata kepada manusia; “Berbuatlah hanya menurut dorongan-dorongan yang diberikan rasio kepadamu”. Disini tiadabuah tertentu yang ingin dihasilkan oleh perbuatan itu. Maka baru disinilah kehendak benar-benar objektif. Disini baru dapat dikatakan ada “perintah” (imperatif).
            Imperatif ada dua macam, yaitu:1) Imperatif hipotesis, ialah perintah bersyarat, dimana prinsip-prinsip objektif dipersyaratkan dengan adanya tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai. Perintah ini mengacu pada suatu perbuatan baik dalam arti terrtentu sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu, bukan demi keharusan itu sendiri. Misalnya: “Jika kamu ingin pandai, maka kamu harus rajin belajar”. 2) Imperatif kategoris, merupakan perintah moral yang mutlak, sehingga semua tingkah laku yang diwajibkannya adalah baik dalam arti moral, baik dalam diriya sendiri, bukan baik dalam arti hanya sebagai sarana untuk mencapai suatu tujuan atau pemuasan perasaan. Misalnya: “jangan berrbohong”. [5]
v Legalitas dan Moralitas
            Kant membedakan antara tindakan yang sesuai dengan kewajiban (in accordance with duty) atau disebut juga legalitas, dengan tindakan yang dilakukan demi kewajiban (for the sake of duty) atau disebut dengan moralitas. Kedua tindakan tersebut biasa disebut dengan metafisika kesusilaan. Legalitas dipahami sebagai kesesuaian suatu tindakan dengan norma hukum atau norma lahiriah belaka, sedangkan moralitas adalah kesesuaian sikap dan perbuatan dengan norma moral atau norma batiniah, yaitu apa yang dipandang sebagai suatu kewajiban.
3. Kritik atas Daya Pertimbangan
            Kritik atas daya pertimbangan ini Kant berusaha mendamaikan pertentangan atas rasonalisme dan empirisme adalah sebagaimana dalam karyanya critique of judgement. Sebagai konsekuensi dari “Kritik atas rasio umum” dan “kritik atas rasio praktis” ialah munculnya sifat dualistis itu lebih jelas lagi tampak dalam pemisahan di antara alam yang diamati pancaindera dan yang dikenal ilmu alam (yakni alam yang dikuasai hukum-hukum mekanis) dan kebebasan dibidang tingkah laku manusia. Maksud kritik der urteilskraft ialah mengerti kedua sifat dualistis tersebut. Hal ini terjadi dengan menggunakan konsep finalitas (tujuan).
            Fianalitas bisa bersifat subjektif dan objektif. Kalau finalitas bersifat subjektif, manusia mengarahkan objek pada diri manusia sendiri. Inilah yang terjadi didalam pengalaman estetis (seni). Dengan finalitas yang bersifat objektif dimaksudkan keselarasan satu sama lain dari benda-benda alam.
            Kritisisme Immanuel Kant sebenarnya telah memadukan dua pendekatan dalam pencarian keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran subtansial dari sesuatu itu. Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak dapat dijadikan melulu tolak ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata dan rasional, sebagaimana mimpi yang nyata, tetapi tidak real, yang demikian sukar untuk dinyatakan kebenaran.
            Dengan pemahaman tersebut, rasioanlaisme dan empirisme harusnya bergabug agar melahirkan suatu paradigma baru bahwa kebenaran empiris harus rasional sebagaiman kebenran rasional harus empiris. Jika demikian, kemungkinan lahir aliran baru, yakni rasionalisme empiris.[6]

DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Abdul Atang, Saebani Beni Ahmat.2008. Filsafat Umum, dari Metologi sampai Teofilosofi. Bandung: CV Pustaka Setia
Hadiwijono, Harun.1980. Sari Sejarah Filsafat Barat, jilid II. Yogyakarta: Kanisius
Russel, Bertrand. 2007. Sejarah Filsafat Barat, terj. Sigit Jatmiko, dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Zubaedi, Dr., M.Ag., M.Pd.,dkk. 2010. Filsafat Barat dari Logika Baru Rene Descartes hingga Revolusi Sains ala Thomas Kuhn. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Aiken, Henry D. 2010 Abad Ideologi. Jogjakarta: Relief


[1] Dr. Zubaidi, M. Ag. M.Pd. dkk, Filsafat Barat, dari Logika batu Rene descartes hingga Revolusi Sains ala Thomas Kuhn, (  Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hal. 45
[2] Henry D. Aiken, Abad Ideologi, (Jogjakarta: Relief, 2010), cet. II, hlm. 35
[3] Bertrand Russel, Sejarah filsafat Barat, terj. Sigit Jatmiko, dkk, (Yogyakara: Pustaka Pelajar, 2007), hal. 930-931

[4]  Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta: Kanisius, 1980), hal. 72
[5]Dr. Zubaedi, M.Ag. M.Pd. dkk, Filsafat Barat, dari Logika Baru Rene Descartes hingga Revolusi Sains ala Thomas Kuhn, hal. 72
[6]Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum, dari Metologi sampai Teofilosofi, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), hal. 287-288

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Ads 468x60px

© Blogger Kejora, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena