Oleh Daqoiqul Misbah
Penulis : Media Zainul Bahri
Penerbit : Mizan Publika, Jakarta
Cetakan : I, Agustus 2011
Tebal : xvi + 536 halaman
ISBN : 978-602-97633-3-1
Pembahasan mengenai Wahdatul Wujūd (kesatuan wujud) dan Wahdatul Adyān (kesatuan agama-agama) tidak akan pernah ada habisnya.
Pasalnya, topik ini Di tengah masyarakat masih dianggap tabu dan selalu
menimbulkan kontroversi. Sehingga menurut beberapa aliran, khususnya sunni,
mempelajari konsep seperti ini diharamkan, karena dianggap sesat dan bisa
menuju pada kekafiran.
Pelbagai polemik pun muncul, misalnya, apakah bisa
tuhan yang maha segalanya disamakan dengan alam (manusia)? Di manakah letak
kesamaannya? Bagaimana mungkin agama yang berbeda-beda mulai dari ajaran,
bentuk, institusi, doktrin dan simbol-simbol dianggap sama dan memiliki tuhan
yang sama? Mungkinkah menyembah hanya pada satu tuhan?
Jawaban mengenai pelbagai polemik di atas telah
dikupas habis oleh Media Zainul Bahri dengan pisaunya yang berjudul “Satu Tuhan
Banyak Agama: Pandangan Sufistik Ibn ‘Arabī, Rūmī dan Al-Jīlī” yang pastinya
akan anda dapatkan bila telah menutup halaman terakhir buku ini. Menurut Media,
membahas pemikiran ketiga sufi (Ibn ‘Arabī, Rūmī dan Al-Jīlī) senantiasa hangat
dan menantang, mengingat mereka dianggap sebagai tokoh sufi yang “kontroversial”
karena dikenal memiliki pandangan keagamaan yang amat esoterik dengan bahasa
yang sarat simbol dan cukup rumit. Tentang konsep Wahdatul Wujūd, pada dasarnya tuhan, alam dan manusia adalah satu,
yang berpusat pada tuhan yang absolut. Alam dan manusia hanyalah tajallī tuhan untuk membuktikan
kebesaran-Nya dan agar dikenal oleh makhluk-Nya.
Penulis juga menjelaskan tentang apa yang dimaksud
dengan kesatuan agama-agama. Intinya, hal itu dapat terjadi pada wilayah yang
esoterik atau yang transenden. Agama-agama mesti berbeda satu sama lain pada
dimensi eksoterik. Dengan kata lain, agama-agama secara substantif dapat
menyatu meski berbeda bentuk secara fisiknya. Terdapat juga model esoterik-metafisik,
konsep mengenai kesatuan esensi, kesatuan esensi ketuhanan, kesatuan makna,
kesatuan syariat, kesatuan tujuan hambatan dan kesatuan sumber-sumber kitab.
Melalui buku ini, penulis memaparkan berbagai
pandangan kaum sufi, pergolakan yang terjadi antara kaum fundamental dengan
kaum pluralis dan perdebatan yang terjadi antara akademisi mengenai konsep Wahdatul Adyān (kesatuan agama-agama). Dan
buku ini memiliki dua rumusan masalah: (1) bagaimana pandangan Ibn ‘Arabī, Rūmī
dan Al-Jīlī tentang kesatuan agama-agama? dan; (2) di mana letak kesatuan dan
perbedaan (agama-agama)? Penulis menggunakan pendekatan hermeneutik
rekonstruksi, artinya membangun kembali pemahaman atau penafsiran atas (makna)
teks seperti yang dimaksud oleh pengarangnya, dan bukan membuat makna baru yang
berbeda dengan apa yang dibangun oleh penulis teks.
Sebagai pengantar, buku ini bagus bagi kalangan yang
ingin mempelajari dan memperdalam konsep Wahdatul
Wujūd dan Wahdatul Adyān secara
praktis, karena penulis tidak banyak memberikan teori tetapi lebih kepada hasil
penelitian yang dijalaninya sehingga mudah untuk dipahami. Serta penggunaan
kata-kata yang tidak terlalu sulit sehingga memudahkan para pembaca untuk bisa
menyerap apa inti dari buku tersebut.
Meski begitu, buku ini menyajikan teori yang tidak
serta merta diterima oleh semua kalangan. Pasalnya, buku ini tidak cocok bagi
anak kecil, tingkat akademisi yang masih tergolong rendah, orang-orang
pedalaman yang masih kolot dan para penentang konsep ini. Terlebih bagi kaum
fundamental, buku ini pasti dianggap tidak berguna dan hanya akan menyesatkan
yang membawa kepada kekafiran.
Ada yang suka dan tidak, itu merupakan hal yang
wajar. Bagi kalangan akademisi yang ingin memperlajari dan memperdalam konsep
di atas, buku “Satu Tuhan Banyak Agama” tulisan Media Zainul Bahri adalah
pilihan yang tepat. Paling tidak bisa meluruskan dan memahamkan tentang konsep
kesatuan wujud dan kesatuan agama-agama agar tidak tersesat. Selamat membaca
dan semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar