Manusia pada dasarnya merupakan makhluk yang paling mulia di antara
makhluk-makhluk lain. Namun, bila dia tidak melakukan tindakan yang mulia
seperti pada dasarnya, maka dia tak ubahnya seperti seekor kuda yang sudah
tidak berperilaku lagi sebagai kuda. Yang mana, digunakan persis seperti seekor
keledai untuk membawa muatan, dan kalau begini tentu hidupnya hanya sia-sia
saja. Sebab itulah pendidikan karakter (moral) dirasa penting yang bertujuan
untuk mencetak tingkah laku manusia yang baik, sehingga dia berperilaku
terpuji, sempurna, dan mulia dibanding makhluk lain.
Seperti deskripsi di atas, pendidikan ternyata memiliki peran yang sangat
penting bagi manusia. Ada pendidikan kognitif dan pendidikan karakter.
Pendidikan kognitif seperti yang dilakukan sehari-hari di bidang akademisi.
Sedangkan pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pembentukan
nilai-nilai karakter pada anak didik. Pendidikan karakter tidak bisa dilepaskan
begitu saja dengan hanya mengedepankan pendidikan kognitif. Banyak yang
menguasai pendidikan kognitif tetapi pendidikan karakternya sangat lemah. Pendidikan
karakter dirasa penting, mengingat pendidikan di Indonesia masih jauh dari
harapan. Banyak orang pintar tetapi belum memiliki karakter yang cakap, banyak
orang kaya tetapi tidak dermawan, bahkan seorang guru yang tidak memiliki
keprihatinan terhadap anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan
belajar di sekolah.
Reformasi sudah berjalan 13 tahun tetapi mutu pendidikan masih
begitu-begitu saja. Padahal, beralihnya orde baru menuju era reformasi salah
satunya tak lepas dari keinginan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan
di Indonesia. Tetapi melihat realitasnya seakan-akan pendidikan berjalan
merangkak dan reformasi terbang dengan sangat cepat. Artinya pemerintah yang
menggembar-gemborkan ingin meningkatkan mutu pendidikan di era reformasi ini
hanya sebatas rencana saja. Reformasi yang sudah berlangsung 13 tahun ini lebih
banyak menyentuh bidang politik dan hukum, tetapi sebaliknya mengabaikan bidang
pendidikan.
Pendidikan dibiarkan berjalan seadanya, business as usual,
begitu-begitu saja, meskipun sudah ada segudang konsep untuk meningkatkan mutu
pendidikan, tetapi aplikasinya masih minus.
Sepertinya pemerintah ingin memulai proyek ini dengan cara meningkatkan
mutu (kualitas) guru terlebih dahulu. Karena kalau guru yang mengajar, kualitas
dan metode pengajaranya masih kuno dan membosankan, tentu murid-muridnya akan
merasa jenuh dan malas untuk meningkatkan pendidikan mereka. Secara praktis
justru mereka malah asyik bermain facebook, twitter, dan browsing
kesana-kemari.
Usaha pemerintah dan DPR untuk meningkatkan kualitas pendidikan lewat
peningkatan harkat dan martabat guru sudah mulai terealisasi dengan adanya sertifikasi.
Harapannya adalah supaya para guru bisa lebih kreatif untuk bisa memikat
generasi yang cerdas. Namun sayang, harapan pemerintah lagi-lagi mengalami
masalah. Terbukti masih banyak tunjangan untuk guru di desa dan daerah
terpencil yang belum merata. Seperti yang diungkapkan Kepala Pusat Pengembangan
Profesi Pendidik Badan Pengembangan Sumber Daya Pendidikan dan Penjaminan Mutu
Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Unifah Rosyidi menyebutkan,
sebagian besar guru (68 persen) dari total 2,7 juta guru ada di kota.
“Sayangnya tak merata,” kata Unifah. (KOMPAS, 26 November 2011)
Dalam seminar internasional “Mengembangkan Guru Profesional dan
Berkarakter Menuju Komunitas ASEAN 2015”, Jumat 25 November 2011, di Jakarta,
yang bertepatan dengan hari guru, mengahasilkan suatu kesimpulan, bahwasanya
yang menghambat peningkatan profesionalisme guru adalah desentralisasi
pendidikan terkait perekrutan, pembinaan, dan distribusi guru. Oleh karena itu,
pemerintah didesak untuk meninjau kembali kebijakan pemerintah terkait
desentralisasi itu.
Guru yang berkualitas dan profesional akan menghasilkan murid yang
berkualitas dan profesional juga. Guru yang profesional bukan hanya mengajarkan
dari segi kognitifnya saja, melainkan juga dari bagaimana mendidik murid yang
berkarakter cakap. Pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta.
Hasilnya, karena buta jadi sulit untuk berjalan, meskipun bisa tetapi itu sulit
dan cenderung ngawur. Sebaliknya, pendidikan karakter tanpa pendidikan kognitif
adalah lumpuh dan akan mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain.
Seperti negeri ini, yang sedikit demi sedikit disetir, dimanfaatkan dan
dikendalikan oleh negeri tetangga.
Semoga dengan adanya hari guru kemarin, bisa merefresh kembali memori
kita betapa pentingnya pendidikan bagi manusia. Karena peningkatan mutu
pendidikan adalah tugas kita bersama dengan disertai dekonstruksi yang
menyeluruh, supaya kita tidak menyesal berkepanjangan.
0 komentar:
Posting Komentar