Menjadikan pembaca semakin cerdas dan bermutu.

Kamis, 03 Mei 2012

Tipe atau Macam Kepemimpinan

Oleh Daqoiqul Misbah*
*Mahasiswa UIN Syahid Jakarta

Tipe atau macam kepemimpinan sangatlah unik untuk dibicarakan, karena dari sini kita bisa menelisik lebih jauh tipe kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang pemimpin. Ada banyak sekali tipe kepemimpinan yang saya sebutkan. Untuk lebih jelasnya simaklah keterangan di bawah ini.


Secara Umum
Secara umum tipe kepemimpinan dapat digolongkan menjadi tipe,yaitu :
a.       Tipe Otoriter
Tipe kepemimpinan yang berpusat pada pekerjaan tanpa menghiraukan kepentingan anggota kelompok sama sekali. Keputusan senantiasa berada ditangan pemimpin, anggota kelompok cederung dijadikan sebagai alat untuk mengekploitir tujuan kelompok semata, sehingga tipe ini mempunyai kekuasaan absolute.
b.      Tipe Laizess Faire
Tipe Laizess faire ini memberikan kebebasan yang terlalu luas bagi anggota kelompok, sehingga kelompok seolah-olah  tidak mempunyai seorang pemimpin, sehingga anggota kelompok cenderung memperlihatkan perilaku agresif yang tinggi.
c.       Tipe Demokratis
Tipe demokratis merupakan pola kepemimpinan yang sama mementingkan tercapainya tujuan kelompok seoptimal ,mungkin dengan mengikuti sertakan seluruh partisipasi anggota, daya dan segenap kemampuan tanggung jawab bersama. Itulah sebabnya ciri utama gaya kepemimpinan ini adalah pendistribusian wewenang dan tanggung jawab pemimpin pada sejumlah anggota, tanpa mengurangi partisipasi dan tanggung jawab terhadap kelompok secara keseluruhan.

Tipe Kepemimpinan Menurut Blake dan Mouton
Blake dan Mouton mengemukakan lima tipe pemimpin, yaitu.

1. Tipe Improverished
Merupakan perilaku kepemimpinan dengan segala tindakannya yang kurang berkualitas baik ditinjau dari segi kerjsamanya dengan anggota kelompok maupun dari segi pencapaian tujuan kelompok itu sendiri. Kepemimpinan seperti ini dapat disebut sebagai kepemimpinan plinplan.
2. Tipe Ujung tombak Kelompok
Kepemimpinan yang menganggap faktor manusia sebagai robot pekerja tujuan kelompok. Ciri-cirinya adalah kejam, mengeksplottir anggota kelompok, tidak manusiawi, menstruktur batas waktu kerja tak terbatas, memberikan sangsi beret terhadap kegagalan dan kelalaian, bertipe hubungan impersonal.
3. Tipe Manusiawi
Merupakan pemimpin yang sangat mementingkan keharmonisan hubungan antar pribadi sesama anggota dan mengesampingkan tujuan utama kelompok. Cirinya adalah sangat menghargai eksis-tensi individu sebagai pribadi bersikap lunak, rumah dan penuh kesopanan, penampilan sebagai manusia (penyayang manusia), rela berkorban demi kepentingan anggota, punya tenggang rasa yang tinggi.
4. Tipe Team Builder
Tipe ini sangat mementingkan tujuan dan keharmonisan hubungan sosial anggota kelompok. Target tujuannya harus tercapai dan hubungan sosial tetap terbina, harmonis dan penuh keakraban. Tipe ini adalah yang paling baik dan tidak perlu disangsikan lagi efektivitasnya, apalagi bila digabungkan dengan pola pendekatan situasional.


5. Tipe The Middle of the Roader
Tipe ini membuat perilaku perimbangan antara tujuan dan hubun­gan sosial anggota kelompok. Keduanya sama dianggap penting dan perlu dicapai secara bersamaan. Tipe ini tidak jauh berbeda dengan gaya kepemimpinan demokratis kalau tidak boleh dikatakan identik.

Tipe kepemimpinan menurut Sahertian
1. Tipe Nomothetic’s
Tipe ini, pemimpin sangat menekankan pada persyaratan institusi yang ada dan konformitas kelakuannay sesuai dengan yang diharapkan. Kalau perlu mengorbankan kepentingan lainnya demi tujuan institusi yang bersangkutan. Pemimpin seperti ini memegang teguh wewenangnya sebagai pemimpin dan kalau perlu memaksakan sangsi yang ekstrinsik sifat-sifatnya.
2.Tipe Ideoghraphis
Tipe ini perhatian pemimpin terhadap individu lebih besar dibandingkan dengan tuntutan organisasi. Wewenangn yang dimiliki oleh pemimpin dilihat sebagai yang didelegasikan dan hubungannya anggota dijalin dengan orientasi terhadap kebutuhan anggota lain.
3.Tipe Transaksional
Merupakan kombinasi antara gaya kepemimpina di atas. Pemimpin menekankan pentingnya tujuan institusi dan pada saat yang bersamaan berharap pula kepribadian tidak akan diperkosa dalam usaha mencapai tujuan tersebut.

Tipe kepepimpinan menurut Max Weber
1.Tipe Kharismatik
Pemimpin diangkat berdasarkan atas suatu kepercayaan bahwa dia dapat memberikan berkat ilmu gaib yang dimilikinya, untuk keselamatan masyarakat. Keberhasilan dan prestasi yang dimilikinya menimbulkan orang lain kagum dan terpesona, sehingga dia dianggap orang yang berilmu gaib. Charisma yang dimiliki oleh pemimpin itu sebenarnya merupakan factor raditas yang dibawa sejak lahir.

2. Tipe Tradisional
Tipe ini, merupakan kepemimpinan yang diterima secara warisan dan dipercayai sepenuhnya oleh masyarakat. Misalnya kepemimpinan dalam masyarakat "keraton Jawa, ninik mamak dalarn masyarakat Minangkabau, ketua marga di Batak, dll. Pemilihan pemimpin pada umumaya tidak mempertimbangkan syarat yang harus dipenuhi sebagaimana layaknya, akan tetapi yang paling penting adalah menjaga kelestarian budaya masyarakat. Mengangkat pemimpin baru menurut alur budaya setempat merupakan suatu bentuk pelanggaran adat istiadat yang pada umumnya orang tidak berani melanggarnya.

3. Tipe Rasional-Legal
Tipe ini, pemimpin yang dipilih berdasarkan pada dua prinsip, yaitu secara rasional dan legal. Rasional, karena pemimpin dipilih berdasarkan kriteria tertentu, misalnya tingkat pendidikan, kecakapan dan pengalaman, serta syarat lainnya.

Tipe Kepemimpinan Menurut Martin Conwav
1. Tipe Crowd-Compeller
Kepemimpinan yang muncul atas panggilan kewajiban. sehingga dengan tanggung jawab moral seseorang menimbulkan sebagai pemegang amanah dan golongan yang tertindas. Misalnya, pejuang kemerdekaan, para kiyai dengan dorongan penyebaran agama dan sejenis lainnya. Oleh karena sifatnya yang menyentuh aspirasi segenap lapisan masa, maka dia sangat ampuh menggerakkan. massa tanpa memperhitungkan akibatnya terlebih dahulu.
2. Tipe Crowd Representative
Pemimpin dipilih oleh golongan  atau  kelompok tertentu yang dijadikan sebagai ketua mereka. Kedudukannya sebagai pemimpin tertinggi dalam kelompoknya,   hanya sepanjang dan  selama didukung oleh golongan atau kelompoknya.
3. Tipe Crowd Exponent
Pemimpin seperti ini pada saat yang tepat dan muncul pada waktu yang sangat diperlukan mampu menggerakkan masa yang sangat hebatnya dan diarahkannya untuk mencapai sasaran dan maksud tertentu. Biasanya pemimpin seperti ini banyak ditemui dalam keadaan posisi terjepit, merasa ditindas dan dirugikan, sehingga semua mereka nekad bertindak sesuai yang diinstruksikan oleh pemimpin mereka. Pemimpin merupakan kunci pembuka hati yang tertekan, tertutup dan tertindas, sehingga bila kunci itu sudah terbuka akan menimbulkan suatu tenaga yang sangat besar dan tangguh.

Tipe-Tipe Pemimpin
Sondang P. Siagian membedakan tipe pemimpin sebagai berikut: 
a)      Tipe Aristokrat;
b)      Tipe Militeristis;
c)      Tipe Paternalistis;
d)     Tipe Kharismatis;
e)      Tipe Demokratis.

a.       Tipe Aristokrat
Seorang pemimpin yang bertipe aristokratis adalah pemimpin yang
  1. Menganggap organisasi sebagai milik pribadi;
  2. Mengidentikan tujuan pribadi menjadi tujuan organisasi;
  3. Menganggap bawahan sebagai alat semata;
  4. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat; .
  5. Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya;
  6. Dalam tindakan penggerakkannya sering mempergunakan ap­proach yang mengandung unsur paksaan dan punishtif (bersifat menghukum).

Sifat-sifat tersebut di atas jelas terlihat, bahwa tipe pemimpin itu kurang tepat untuk suatu organisasi modern, di mana hak-hak manusia itu harus dihormati.

b.      Tipe Militeristis
Tipe seorang pemimpin militeristis berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis adalah seorang yang memiliki sifat:
  1. Dalam menggerakkan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan;
  2. Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatan;
  3. Senang kepada formalitas yang berlebihan;
  4. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan;
  5. Menggemari upacara untuk berbagai keadaan.
Disini juga terlihat, bahwa pemimpin yang bertipe militeristis ini juga merupakan bukan tipe pemimpin ideal.

c.       Tipe Paternalistis
Seorang pemimpin yang bertipe patnerlistis adalah seorang yang :
1.      menganggap bawahannya sebagai orang yang belum dewasa
2.      bersikap terlalu melindungi;
3.      jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan dan inisiatif;
4.      jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk     mengembangkan daya kreasi dan fantasi;
5.      sering bersikap maha tahu.
Hendaknya diakui, bahwa dalam keadaan tertentu pemimpin yang bertipe ini sangat diperlukan, tetapi sifat negatifnya mengalahkan sifat positif.

d.      Tipe Kharismatis,
Sampai saat ini para ahli belum berhasil menemukan penyebab mengapa seorang pemimpin memiliki kharisma. Namun yang diketahui hanyalah bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar. Meskipun para pengikutnya sering tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin tersebut.
Kurang pengetahuan tentang penyebab yang menjadikan pemimpin kharismatis, sehingga sering hanya dikatakan pemimpin tersebut diberkahi kekuatan gaib (supernatural  power).  Kekayaan,  umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk kharisma. Misalnya Mahatma Gandhi, Iskandar Zulkarnin bukanlah seorang yang mempunyai fisik sehat; John F. Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki kharisma, meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat.

e.       Tipe Demokratis,
1.      dalam proses menggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat, bahwa manusia itu adalah makhluk termulia di atas dunia ;
2.      selalu berusaha mensikronisasikan kepentingan dan tujuan or­ganisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari bawahan­nya;
3.      senang menerima saran,  pendapat dan bahkan  kritik dari bawahannya;
4.      selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan team work dalam usaha mencapai tujuan;
5.      dengan ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian dibandingkan dan diperbaiki agar bawahan tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain;
6.      selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses darinya;
7.      berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin (Syahriman Dkk., 1991:105-108).

Kemudian Bogardus (1918) mengajukan empat tipe pemimpin, yaitu:
1.      Tipe Otokratik, adalah orang yang berkuasa dalam organisasi yang kuat;
2.      Tipe Demokratik, adalah yang melambangkan interse dan kelom­pok;
3.      Tipe Eksekutif, adalah yang memperoleh kepemimpinnya, karena segala hal dapat terlaksana;
4.      Tipe cerminan intelektual, adalah yang mendapat kesukaran dalam merebut banyak pengikut.

Berbeda derigan yang disampaikan di atas, ternyata Sanderson dan Nafe (1929) dalam (Syahriman Dkk., 1991:108). mengajukan empat tipe pemimpin, yaitu:
  1. Pemimpin Statis, merupakan orang yang profesional atau cendikiawan yang bermartabat tinggi yang kerjanya mempengaruhi pikiran orang lain;
  2. Pemimpin Eksekutif, melaksanakan kontrol melalui otoritas dan kekuasaan dari posisi yang didudukinya;
  3. Pemimpin Profesional, berfungsi untuk merangsang para pengikutnya untuk mengernbangkan dan menggunakan kemampuannya masing-masing.
  4. Pemimpin Kelompok, bekerja demi kepentingan anggota kelom­pok.

Setelah itu Levine (1949) dalam (Syahriman Dkk., 1991:108) menyebutkan empat tipe pemimpin, yaitu:
1.      Pemimpin Kharismatik, sangat membantu kelompok dalam hal mendapat dukungan dalam pencapaian tujuan bersama;
2.      Pemimpin Organisational, menitik beratkan kepada tindakan yang efektif dan cenderung mendorong anggota kelompok;
3.      Pemimpin Intelektual, biasanya kurang terampil dalam menarik simpati anggota kelompok;
4.      Pemimpin Informal, cenderung ingin menyesuaikan gaya penampilan yang sesuai dengan kebutuhan kelompok.


C. Teori Kepemimpinan
Konsep teori kepemimpinan dilandasi oleh tiga pendapatyang satu dengan yang lainnya saling berbeda. Pendapat kuno mengatakan bahwa pemimpin itu sebenarnya dilahirkan dan bukan dibentuk oleh sistem sosial masyarakat (the leader were born not made). Kemudian muncul pendapat yang menyanggah bahwa pemimpin itu bukan dilahirkan tetapi sengaja terlahir dari interaksi sistem sosial ditempat di hidup (the leader are made not born). Akhirnya muncul lagi pendekatan ekologis yang menyatakan bahwa munculnya seorang pemimpin karena adanya bakat kepemimpinan yang dibawa semenjak dia lahir dan kemudian bakat tersebut sempat berkembang dalam masyarakat berkat pengalaman dan pendidikan yang sudah ditempuhnya serta sesuai pula dengan tuntutan masyarakat (Syahriman Dkk., 1991:133)
Pendekatan yang mangatakan the leaders were born disebut pendekatan genetis, karena sifatnya diturunkan dari gen orang tua. Pendekatan the leaders are made disebut sebagai pendekatan sosial, karena pemimpin itu lahir dari masyarakat. Pendekatan ekologis yaitu berusaha mensintesiskan dua pendapatan di atas. Pendekatan ekologis ini sering diberi nama dengan pendekatan situasional. Pendekatan situasional mengatakan muncul­nya kepemimpinan seseorang hanya pada situasi tertentu.
Mar'at pakar Psikologi lebih mendistribusikan teori kepemimpinan­nya menurut kategori tertentu, sehingga dapat membedakan antara pendapat dengan lainnya. Pendapat tersebut dijelaskannya secara rinci (Syahriman Dkk., 1991:133) sebagai berikut:


1.      Teori Orang Terkemuka
Inti pokok teori ini, menyebutkan bahwa seorang pemimpin tersebut munculnya karena faktor keturunan yaitu dari gen keturunannya. Pengaruh warisan memang diterima secara biokogis dari orang tuanya. Pengaruh ini telah dikemukakan oleh Wiggams (1931) dalam penelitiannya yang menyatakan perkawinan campuran terjadi antara keturunan kerabat raja dengan golongan orang biasa menghasilkan kelas aristokrasi yang secara biologis berbeda dengan kelas yang lebih rendah. Jadi pemimpin superior sangat bergantung pada keturunannya. Penelitian ini didukungoleh penelitian Galton (1879); Cariile (1841); Woods (1913); Bernard (1926); Bingham (1927) dan Kilbourne (1935) dalam (Syahriman Dkk., 1991:134).

2.      Teori Lingkungan
Kemunculan para pemimpin besar, merupakan hasil dari waktu, tempat dan situasi sesaat. Pernyataan ini merupakan landasan berfikir teori lingkungan. Mumford (1909) menyatakan bahwa lahirnya seorang pemimpin karena kemampuan dan keterampilannya memecahkan masalah sosial sewaktu masyarakat dalam keadaan tertekan oleh perubahan dan adaptasi. Kepemimpinan merupakan sesuatu yang "inner dan menjadi modal dasar bagi kekuatan sosial yang dimilikinya. Kemudian Scheider (1937) menemukan bahwa jumlah para pemimpin militer di Ingris sebanding dengan banyaknya konflik yang muncul pada bangsa tersebut. Jadi situasi kultural erat kaitannya dengan prestasi seorang pemimpin. Selain itu Murphy (1947) menyatakan bahwa kepemimpinan itu bukan terletak dalam diri seseorang melainkan merupakan fungsi dari suatu peristiwa. Teori Lingkungan Mumford (1909) kelihatannya lebih luas dari Scheider dan Murphy (1937, 1941) yang menekankan pada faktor "innate" saja. Namun hal ini bukan beitentangan, tetapi saling melengkapai karena keduanya sama-sania  memberi penekanan khusus pada peristiwa sosial itu sendiri (Syahriman Dkk., 1991:134).

3.      Teori Personal Situasional
Pada dasarnya teori ini ingin memperlihatkan proses interaktif dalam diri seorang "innate" dengan situasi sosial kelompoknya. Para ahli melihat adanya faktor yang terlupakan oleh kedua teori di atas, yaitu efek interaksi antara faktor individu dengan faktor situasi. Jadi, kehendak seorang pemimpin itu, karena kejelian persepsinya terhadap analisis situasi yang membuat dia lebih dari orang lain, sehingga pandangannya itu meberikan pengaruh luas terhadap anggota kelompoknya. Cattel (1951) mengajukan pendapat bahwa ada dua fungsi primer tentang kepemimpinan, yaitu: Pertama, membantu kelompok dalam menemukan arti tujuan yang telah ditetapkan bersama dan Kedua, membantu kelompok dalam menemukan tujuan tersebut. Jelas bahwa kelebihan persepsi pemimpin memberikan nilai yang lebih berarti bagi anggota kelom­pok. Oleh sebab itu, terkadang seorang pemimpin diberi semacam hak istimewa oleh anggota kelompok, sedikitnya menyimpang dari norma kelompok asal, kemudian memberikan manfaat terhadap kelompok (Wahjosumidjo, 1994: 99-107).

4.      Teori Interaksi Harapan
Setiap anggota kelompok memiliki peran-peran tertentu. Struktur peran mencerminkan perbedaan harapan perilaku yang ditampilkannya untuk kepentingan kelompok dan anggotanya. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam kelompok, semakin besar pula perilaku yang diharapkan orang lain terhadap dirinya. Pemimpin merupakan orang yang paling tinggi statusnya dalam kelompok, maka harapan para anggota juga amat besar terhadap dirinya sehingga tingginya harapan inilah yang membedakannya dengan yang lainnya dalam (Syahriman Dkk., 1991:135)..
5.      Teori Humanistik
Teori Humanistik dikemukakan oleh Argyris (1957;1962;1964); Mc-Gregor (1960;1966); Likert (1961; 1967); Black dan Mauton (1964). Mar'at menyatakan, bahwa semua teori tersebut berhubungan de­ngan perkembangan kepemimpinan yang efektif dan kohesif. Secara alamiah manusia merupakan motivated organism. Organisasi memiliki struktur dan sistem kontrol tertentu. Fungsi kepemimpinan adalah modifikasi organisasi supaya individu bebas merealisasikan potensi motivasinya dalam memenuhi kebutuhannya dan pada waktu yang sama sejalan dengan arah tujuan kelompok.
Teori Humanistik ini, menjelaskan bahwa martabat tndividu setiagai persona! benar-benar dihargai. Setiap individu niemiiiki motivasi- motivasi tertentu sebagai alasannya vuituk memasuki kelompok. Tujuan kelompok merupakan bagian dari tujuaannya. Untuk itu dia harus dibebaskan tnengenibangkan motivasinya dan oleh sebab itu pemimpin hai-us berusaha menyediakan fasilitas berkembangnya motivasi itu disalurkan ke arah tujuan kelompok. Jadi kelebihan pemimpin disini adalah dalam strateginya memilih saluran yang lebih tepat dan sesuai dengan motivasi para anggotanya sehingga motivasinya tersebut dapat berkembang secara optimal yang tetap menunjang pada tercapainya tujuan kelompok dalam (Syahriman Dkk., 1991:136).

6.      Teori Pertukaran
Interaksi sosial mengentengahkan bentuk pertukaran dan diantara anggota kelompok berlangsung proses saling memberi dan menerima (Mar'at, 1983). Kelanjutan interaksi terjadi karena para anggota mendapatkan pertukaran yang berimbang. Artinya ysng dikeluarkan sebanding dengan yang diperoleh. Dalam akhir tulisannya mengatakan bahwa bila peran harus dimainkan telah diketahui bersama, maka setiap orang dapat memuaskan harapan yang diidamkannya secara merata. Sayang hanya berhenti sampai disana dan belum mengungkapkan cara lahirnya para pemimpin menurut teori ini.
Sebenarnya masyarakat selalu terlibat dalam proses memberi dan menerima (Cost snd reward). Namun dengan cost dan reward saja belum dapat menerangkan munculnya stuktur sosial secara lebih sempurna, misalnya pola pertukaran langsung dalam kelom­pok duaan (dyad). Kemudian Levi Strauss (1969) menjc-laskan bahwa pola pertukaran langsung cenderung menekankan pada keseimbangan atau persamaan dan sering berlarut dengan keterlibatan emosional yang mendalam antara kedua belah pihak (Johnson (1986:57). Teori pertukaran secara langsung belum mampu memperlihatkan siapa pemimpin dari dua orang yang ter­libat dalam transaksi sosial tersebut, karena dihalangi oleh faktor keseimbangan bersama dan peng'aruh emosional.
Memang disini baru dilihat munculnya kepemimpinan itu dari teori pertukaran yang dikembangkan Homans pada tahun 1974. Homans (1974) menjelaskan bahwa orang-orang dalam kelompok bekerja sama menerima social approval (dukungan sosial, yakni reward yang diberikan anggota karena sumbangannya terhadap tujuan kelompok. Orang yang sumbangannya sangat bernilai dan sifatnya jarang diperoleh, akan dibiayai sangat tinggi atau lebih tinggi dari tingkat social approval pada umumnya (Johnson, 1986:69). Orang yang berjasa terhadap kelompok inilah kemudian yang tampil sebagai pimpinan kelompok dalam (Syahriman Dkk., 1991:134-137).

7. Teori Path-Goal
Melengkapi teori-teori yang dikemukakan oleh yang diajukan Mar'at, ada baiknya dicantumkan juga satu teori lagi. Mar'at memang pernah menyinggungnya tetapi hanya dalam empat baris saja dalam (Syahriman Dkk., 1991:138).Pada hal menurut Evans (1970) bahwa teori Path Goal merupakan teori kepemimpinan sendiri pula, sebab banyak ahli lain yang menggolongkannya ke dalam teori yang tergolong "grand" pula. Setelah diamati memang tepat juga digolongkan ke dalam teori interaksi harapan, karena pada dasarnya teori tersebut juga memperlihatkan kelebihan seorang pemimpin itu dari yang lainnya tentang pemilihan cara yang tepat untuk mencapai tujuan, sehingga dia menjadi orangyang diharapkan.
Teori Path Goal menitik beratkan perhatiannya pada cara pemimpin dalam mepengaruhi persepsi Jawabannya yang menyangkut dengan tujuan pekerjaan, tujuan pribadi dan jalan (path) untuk mencapai tujuan tersebut (Soejono Trimo, 1986). Akar teori ini adalah teori ekspektasi (expectancy theory). Orang akan puas dengan hasil pekerjaannya bila membuahkan sesuatu yang berarti bagi dirinya (uang, kedudukan, pangkat, jabatan dan status sosial). Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori pertukaran, karena itu keduanya sangat mengharapkan reward setelah memberikan sejumlah Costtertentu. Bahkan Evans sendiri sebagai pakar Teori Path Goal menyebutkan bahwa kepemimpinan yang efektif melalui dua cara. Pertama, menyediakan sistem reward terhadap bawahannya. Kedua, mengakaitkan sistem reward tersebut dengan tujuan pribadi bawahannya dalam (Syahriman Dkk., 1991:138).
Perbedaan nyata antara teori Path-Goal dengan terori per­tukaran terletak pada penekanan cara (path) daiam mencapai tujuan. Menurut teori ekspektasi ini seorang pemimpin itu adalah orang yang ahli mentabulasikan berbagai cara merain tujuan yang diinginkan. Setiap cara mengandung probabilitas efektivitas ter­hadap tujuan. Pemilihan yang tepat akan membantu kelompok dan para anggotanya daiam marealisasikan kebutuhannya. Hal ini dis-ebabkan karena kelebihan anggota kelompok memilihnya sebagai seorang pemimpin. Tipe kepemimpinan semacam ini lebih cocok diterapkan dalam kelompok-kelomgok tugas, tetapi belum tentu dapat dijamin"berhasil dalam kelompok sosil" dalam (Syahriman Dkk., 1991:138).

8. Teori Traits
Teori ini dikemukakan oleh Barnard, Ordway Tead, Millet, Stogdill, Keith Davis, George Terry. Seandainya diteliti pendapat mereka satu persatu, dapat disimpulkan bahwa diantara mereka sendiri tidak ada kesatuan pendapat tentang ciri yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Untuk melihat kebenaran tentang ketidak sepakatan mereka, ada baiknya dijelaskan berikut ini. Menurut Millet (Wahjosumidjo, 1994: 45) yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah:
1. Kemampuan untuk melihat oragnisasi atau kelompok sebagai satu keseluruhan;
2. Kemampuan dalam mengambil keputusan;
3. Kemampuan untuk melimpahkan atau mendelegasikan wewenang;
4. Kemampuan rnenanamkan kesetiaan terhadap bawahan atau anggota kelompok.


Sementara Barnard berpendapat, bahwa harus ada dua sifat pribadi yang dimiliki oleh seorang pemimpin (Wahjusumidjo, 1994: 46), yaitu:
1.      Sifat pribadi yang meliputi kelebihan fisik, kecakapan, teknologi, daya tanggap, pengetahuan, daya ingat dan imajinasi.
2.      Sifat pribadi yang mempunyai watak lebih subyektif, seperti keunggulan pemimpin dalam hal: keyakinan, ketekunan, daya tahan dan keberanian.

Lain pula yang disampaikar. Davis (1972) bahwa ada em pat faktor yang mengantarkan kesuksesan seseorang dalam memimpin kelom­pok atau organisasi (Wahjosumidjo, 1994: 46), yaitu:
a. Intelligency
Pada umumnya para peneliti menunjukkan hasil penelitiannya bahwa para pemimpin itu mempunyai kecerdasan yang lebih tinggi dari pengikutnya.
b. Social Maturity' and Breadth
Kematangan dan keluasan pandangan sosial. Pada umumnya para pemimpin memiliki kestabilan emosi, keluasan pandangan dan ak-tifitasnya.
c. Inner Motivation and Achievement Drives
Mempunyai motivasi dan keinginan berprestasi yang datang dari dalam dirinya sendiri.
d. Humaa Relations Attitude
Mempunyai sikap dalam membina relasi sosial. Kesuksesan para pemimpin merupakan sikapnya yang menghargai martabat para pengikutnya serta kemampuan beretnpati dengan mereka.
Ketiga pendapat di atas menyatakan bahwa memang rupanya tidak terdapat kesepakatan dikalangan para ahli teori kepemimpinan. Namun yang penting adalah bahwa asumsi dasar teori ini bertitik tolak dari keberhasilan seseorang dalam memimpin kelom-pok tergantung kepada sifat yang dimilikinya, baik sifat dasar maupun sifat yang dikembangkannya dalarn bentuk prosocial be­havior. Pendapat ini tidak begitu banyak lagi dipakai saat ini, karena hasil penelitian yang dilakukan oleh Byrd (1940) tehadap 20 sifat kepemimpinan. Tidak satupun diantaranj-a yang menunjukkan bahwa salah satu sifat tersebut selalu ada pada setiap pemimpin yangditelitinya. Penelitian Jenkins juga mendukungnya yang men-gatakan bahwa "no single trait or group of characteristics has been isolated which sets off the leader from the members of the group" dalam (Syahriman Dkk., 1991:140).
Kelemahan yang dimiliki teori ini adalah:
a.       Teori sifat tidak memiliki standar }'ang baku. sehingga suiit bagi peneliti dalam memformulasikan indikator penelitiannya yang diakui tingkat validitasnya.
b.      Lebih cenderung bersifat deskriptif dan kurang analisis, sehingga bentuk penelitiannya pun lebih cenderung pada bentuk penelitian kualitatif deskriptif.
c.       Ternyata tidak semua sifat itu terdapat pada setiap pemimpin yang dianggap paling efektif.
d.      Sulit mencari alat ukur yang valid untuk mengetahui batasan kriteria dari masing-masing sifat. Misalnya ukuran keyakinan, ketekunan dan keberanian seseorang.
Hal yang tidak dapat dipungkiri adalah kharisma seseorang, tingkat kecerdasan dan dorongan dari dalam diri seseorang merupakan sumbangannya yang sangat berharga bagi perkembangan teori kepemimpinan sampai sekarang.

9. Teori Kepemimpinan Situasionl
Teori situasioaal ini berasumsi bahwa sukses tidaknya.kepemimpinan seseorang tergantung pada situasi yang mendukungnya. Oleh sebab itu banyak faktor yang memainkan peranan, agar seseorang bisa sukses dalam karir kepemirnpinannya. Filley dan House (Wahjosumidjo, 1994:99-107) rnenyimpulkan bahwa ada 12 faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memimpin, yaitu:
a. Sejarah organisasi;
b. Lamanya masa jabatan pemimpin;
c. Umur jabatan pemimpin yang sekarang dan pengalaman pada masa lalu;
d. Masyarakat tempat organisasi itu berada;
e. Persyaratan khusus dari kerja kelompok yang dipimpin;.
f. Suasana psikologis kelompok yang dipimpinnya;
g. Jenis pekerjaan yang dipegang oleh pemimpin;
h. Tingkat kerja sama anggota yang diperlukan;
i. Ukuran kelompok yang dipimpin;
j. Kultur harapan bawahan;
k. Kepribadian anggota kelompok;
1. Waktu yang diperlukan untuk mengambil keputusan.
Ada hubungan antara teori kepemimpinan situasional dengan teori kepemimpinan behavior. Menurut SoejonoTrimo (1986: 41-46) para behaviorist telah memperoleh sejumlah variabel yang dapat mempengaruhi perilaku dan perfoman pemimpin dalam melaksanakan peranannya. Masalah yang muncul adalah variabel-variabel manakah diantara variabel tersebut yang paling menentukan keberhasilan seorang pemimpin, serta gaya kepemimpinan yang manakah yang cocok dipakai dalam situasi itu. Kedua masalah itu berkaitan dengari statemen Edgar H. Schein yaitu: setiap pemimpin atau manajer itu haruslah seorang ahli diagnostik dan sekaligus berjiwa peneliti. Oleh sebab itu dituntut pula tingkat kedewasaan dalam memimpin. Tingkat kedewasaan ini maksudnya ada dua yaitu pertama, tingkat kedewasaan tekhnis yaitu kematangan dalam bekerja; kedua, tingkat kedewasaan psikologis mencakup rasa percaya diri sendiri dan harga diri pemimpin bersangkutan dalam (Syahriman Dkk., 1991:141)..
Bila dihubungkan kedua belas faktor yang mempengaruhi pola kepemimpinan seseorang di atas (filley dan house) dengan konsep kematangan tadi (maturity levels) maka paling tidak ada tiga hal pokok yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin, yaitu:
a.        Kemampuan menganalisis situasi, baik situasi kelompok maupun situasi sosialnya;
b.       Kemampuan menyesuaiakan diri dengan sikap yang dimiliki oleh setiap individu anggota kelompok serta harapannya;
c.        Kemampuan menyelaraskan perkembangan kelompok sesuai de­ngan irama perkembangan situasi sosial yang lebih luas dan kornpleks.

10 Terori Perilaku Kepemimpinan
Inti teori ini dalam batas-batas tertentu inner personality seseorang pada dasarnya mempunyai kemampuan dalam mengembangkan kebiasaan perilakunya yang dapat mengoptimalkan pengaruhnya terhadap orang lain dalam (Syahriman Dkk., 1991:141). Setiap inner personality individu tersebut merupakan potensi dasar yang dapat dikembangkan seoptimal mungkin dengan cara menerapkannya melalui latihan “mempengaruhi orang lain” secara kontinue. Setiap perilaku pemimpin mempunya kualitas pegnaruh yang berbeda terhdap bawahan atau anggota kelompoknya.

Tujuh perilaku kepemimpinan
1.      Perilaku pemimpin otoritas adalah merupakan segala keputusan berada di tangan pemimin dan para anggota kelompok hanya sebagai penerima saja.
2.      Perilaku pemimpin sedikit memberikan tenggan rasa dalam mengambil keputusan, tetapi final keputusan tetap berada ditangannya. Perkataan lain, suara anggota kelompok sedikit sudah mendapat perhatian.
3.      Dalam tipe ketiga ini, perilaklu pemimpin sudah agak membuka diri denga membentangkan gagasan dan para anggota diberi kesempatan untuk menanggapinya.
4.      Tipe keempat merupakan perilaku yang berada ekstrin kiri dan kanan. Keputusan pemimin sudah bersifat tentative dan bisa mengalami perubahan atas saran dari anggota kelompok.
5.      Tipe kelima pemimpin mengajukan berbagai masalah yang sedang dihadapi sehingga dia memberikan dorongan terhadap bawahan untuk sama-sama memikirkannya.
6.      Pemimpin sudah memberikan batasan keputusan yang patut diambilnya dan disamping itu kelompok secara nyata turut mempunyai andil dalam keputusan kelompok teresebut.
7.      pemimpin mendelegasikan terhadap para bawahannya yang superior dalam mengambil keputusan kelompok. Jadi dalam tipe ekstrim kanan ini pemimpin seolah-olah hanya sebagai simbol saja, segala keputusan berada ditangan orang yang dipercayai dalam (Syahriman Dkk., 1991:143).

Tingkatan kepemimpinan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Kategori Top Kelompok, ketua dan wakil ketua, sekretaris dan bendahara. Dikatakan top Kelompok adalah karena keempat jenis peranan inilah yang dianggap paling berpengaruh dalam melaksanakan kegiatan kelompok. Golongan ini biasa juga disebut sebagai pengurus inti dalam perkumpulan social masyarkat.
2.      Kategori orang kebanyakan tetapi mampu mengambil inisiatif. Dalam istilah managemen kategori orang yang seperti ini disebut lower management atau operasional management yang biasanya ditunjuk ketua pelaksana pekerja dilapangan.
3.      Follower yaitu pengikut biasa. Kategori ini merupakan para anggota kelompok biasa dan mereka inilah yang sebenarnya orang yang dipimpin dan digerakan untuk didaya gunakan.

D. Studi-studi Kepemirnpinan
Pembahasan selanjutnva lebih dititik beratkan pada studi kepemimpinan yang pernah dilakukan. Ada 8 (delapan) studi kepemimpinan yang akan dijelaskan dalam tulisan ini.

1. Studi Kepemimpinan /OU'A
Studi ini dilakukan pada tahun 1930 oleh Ronald Lippit dan Ralph K. White di bawah bimbingan Kuit Lewin salah seorang ahli teori Cognitif di Universitas IOWA. Para ahli kemudian lebih mengenal Kurt Lewin .sebagai bapak "Dinamika Kelompok" disamping ahli teori "psikologi kognitif.
Mereka ingin melihat produktivitas kelompok melalui tiga tipe kepemimpinan, yaitu otoriter, demokratis_dan laissez faire. Ketiga gaya kepemimpinan ini diterapkan dalam kelompok anak yang berumur sekitar 10 tahun. Hasil penelitiannva menunjukkan (Syahriman Dkk., 1991:147), bahwa:
a.       Pemimpin Otoriter, ternyata tidak memperoleh paitipasi dari anggota kelompok. karena dia menuntut perhatian anggota yang teiialu besar, sementara dia sendiri tidak memberikan perhatian terhadap kelompok. Perilaku anggota kelompok terpola menjadi dua bagian, yaitu agi-esif, apatis, sehingga cenderung menim-bulkan reaksi frustasi yang melanda anggota kelompok.

b.      Pemimpin Demokratis, lebih cenderung berdiskusi dengan anggota kelompok dalam mengambil keputusannya. pemimpin berusaha lebih bersikap objektif mau merierima pujian serta tidak menolak bila dikritik-dan suasana ini merupakan salah satu bentuk spirit dari kelompok. Sedangkan perbedaan antara democracies leader dengan autocratics leader ditunjukkan sebagai 'The democaraticallyled group fell between the one extremely aggresive group and the four aphatic groups under the autocratic leaders".

c.       Kepemimpinan Laisezz faire, memberi kebebasan luas terhadap kelompok yang secara esensial kelihatan sebagai kelompok yang tidak mempunyai kepemimpinan. Dalam kelompok yang diteliti, tipe kepemimpinan sepeiti ini menghasilkan tindakan agresif paling besar dari kelompok (the laisezz faire leadership climate actually produced the greatest number of ag­gresive acts from the group).

2. Studi Kepemimpinan IOWA State
Studi ini diiakukan oleh Biro Penelitian Universitas IOWA State, yang staf ahlinya terdiri dari ahli: psikologi, sosiologi dan ekonpmi. Mereka menganalisis kepemimpinan dari berbagai kelom­pok dengan situasi yang berbeda, melalui kuisioner. Premis penelitiannya berbunyi: tak satupun definisi kepemimpinan yang memuaskan (no satisfactory definition of leadership existed). Mereka menolak pendapatyang mengatakan bahwa jenis kepemim­pinan tertentu adalah tepat digunakan untuk kelompok teilentu. Mereka mengakui apapun gaya kepemimpinan, adalah ingin meiihat efektif atau tidaknya suatu gaya kepemimpinan (Syahriman Dkk., 1991:148).
Dari kuisioner LBDQ (leader behavior description quistioner.) yang disebarkan, diperoleh keterangan bahwa terdapat dua dimensi perilaku kepemimpinan, yaitu consideration dan initiating structure. Kedua faktor ini diperoleh dari berbagai penelitian dan posisi kepemimpinan. Selain itu menemui adanya dua dimensi perilaku kepemimpinan juga menyebutkan bahwa kedua bentuk dimensi itu adalah saiing terpisah dan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya (Syahriman Dkk., 1991:148). Hasil empiris mem-buktikan bahwa premis dan hipotesis yang mereka rumuskan ter­nyata ditolak.

3 komentar:

  1. Terima kasih materinya gan misbah, mantap dan berguna tentang bagaimana seharusnya kita memimpin
    thanks bro
    admin
    Macam macam kepemimpinan dan fungsinya
    dan juga baca tulisan saya yang ini Pengertian kepemimpinan thanks for this

    BalasHapus
  2. Referensinya cukup luas, tapi usul saya akan lebih bermutu/ilmiah kalau juga disebutkan daftar bibliographynya dlm format yg benar, supaya bisa dijadikan referensi jg bagi penulis2 lain. Salam.

    BalasHapus
  3. Referensinya cukup luas, tapi usul saya akan lebih bermutu/ilmiah kalau juga disebutkan daftar bibliographynya dlm format yg benar, supaya bisa dijadikan referensi jg bagi penulis2 lain. Salam.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.

Ads 468x60px

© Blogger Kejora, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena