Menjadikan pembaca semakin cerdas dan bermutu.

Kamis, 03 Mei 2012

Pendekatan atau Teori Kepemimpinan



Oleh: Daqoiqul Misbah*
*Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah

Berbagai pendekatan/teori kepemimpinan pada dasarnya adalah usaha untuk mejelaskan sifat-sifat dasar kepemimpinan, aspek proses terjadinya pemimpin, dan keberhasilan kepemimpinan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Teori X dan Teori Y
Teori ini dikembangkan oleh Douglas McGregor (1906-1964) yang menjelaskan bahwa ada dua gaya kepemimpinan utama yang disebut dengan teori X dan teori Y. Pendekatan teori X  terlihat lebih otoriter dan teori ini didasarkan kepada asumsi bahwa para bawahan perlu diawasi dan diarahkan secara tegas
Teori X mengasumsikan :
      Pekerjaan pada hakekatnya tidak disenangi oleh kebanyakan orang.
      Kebanyakan orang tidaklah ambisius, mempunyai sedikit keinginan untuk bertanggung jawab dan menyetujui untuk diarahkan.
      Kebanyakan orang sedikit sekali mempunyai kreativitas dalam memecahkan masalah organisasi.
      Motivasi itu terjadi hanya pada tingkat fisiologis dan keamanan.
      Kebanyakan orang harus diawasi secara ketat dan sering harus dipaksa untuk mencapai tujuan organisasi
Sedangkan teori Y mengasumsikan :
      Pekerjaan pada umumnya sama seperti bermain, jika tersedia kondisi yang menyenangkan.
      Pengendalian diri sendiri sering harus ada untuk mencapai tujuan organisasi.
      Kapasitas berkreatif dalam memecahkan persoalan organisasi dapat diinstruksikan secara luas pada populasi.
      Motivasi terjadi baik pada tingkat afiliasi sosial, penghargaan dan perwujudan diri maupun pada tingkat fisiologis keamanan.
      Orang dapat mengatur diri sendiri dan kreatif bekerja jika diberikan motivasi.

2. Teori Z
     Menurut Wiliam Quchi (1973:12), teori Z berintikan bahwa produktivitas akan meningkat apabila melibatkan para pekerja. Lebih jauh ditegaskan bahwa ciri-ciri organisasi tipe Z antara lain ; pola umum masa jabatan yang panjang, berulang kali dan tegas melakukan pemerikasaan, bekesinambungan antara pemakaian sistem informasi manajemen, perencanaan formal, manajemen berdasarkan sasaran, serta teknik kuantitatif dan penilaian pokok persoalan didasarkan pengalaman serta pembuatan keputusan dilakukan dengan pertimbangan organisasi sebagai keseluruhan memakai data yang relevan.
     Dengan demikian teori Z dalam pelaksanaannya dapat membantu terjadinya pertukaran persahabatan antara lingkungan kerja dengan kehidupan sosial serta menyatakan secara tidak langsung kepercayaan yang sangat tinggi di antara para anggota. Teori ini menekankan materi pelajaran lain yang penting tentang kepemimpinan, yaitu pengertian dan keluwesan.
Pendapat Lain:
      1. Teori Sifat ( Trait Theory)

Pada pendekatan teori sifat, analisa ilmiah tentang kepemimpinan dimulai dengan memusatkan perhatiannya pada pemimpin itu sendiri. Yaitu apakah sifat-siftat yang membuat seseorang itu sebagai pemimpin. Dalam teori sifat, penekanan lebih pada sifat-sifat umum yang dimilki pemimpin, yaitu sifat-sifat yang dibawa sejak lahir. Teori ini mendapat kritikan dari aliran perilaku yang menyatakan bahwa pemimpin dapat dicapai lewat pendidikan dan pengalaman.
Sehubungan dengan hal tersebut , Keith Davis (dalam Kartini Kartono, 1994:251) merumuskan empat sifat umum yang nampaknya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan efektifitas kepemimpinan yaitu:
a.    Kecerdasan, bahwa pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin.
b.    Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial. Dia mempunyai keinginan menghargai dan dihargai.
c.    Motivasi diri dan dorongan berprestasi, para pemimpin secara relatif mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka bekerja berusaha mendapatkan
penghargaan yang intrinsik dibandingkan dengan ekstrinsik.
d.   Sikap dan hub ungan kemanusiaan, pemimpin-pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kekuatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya.



     Teori Situasional dan Model Kontingensi. Dalam model kontingensi memfokuskan pentingnya situasi dalam menetapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan permasalahan yang terjadi. Sehingga model tersebut berdasarkan kepada situasi untuk efektifitas kepemimpinan. Menurut Fread Fiedler, kepemimpinan yang berhasil bergantung kepada penerapan gaya kepemimpinan terhadap situasi tertentu. Sehingga suatu gaya kepemimpinan akan efektif pabila gaya kepemimpinan tersebut digunakan dalam situasi yang tepat. Sehubungan dengan hal tersebut Fiedler (dalam Abi Sujak, 1990:10) mengelompokkan gaya kepemimpinan sebagai berikut:
a.    Gaya kepemipinan yang berorientasi pada orang (hubungan). Dalam gaya ini pemimpin akan mendapatkan kepuasan apabila terjadi hubungan yang mapan diantara sesama anggota kelompok dalam suatu pekerjaan. Pemimpin menekankan hubungan pemimpin degan bwahan atau anggota sebagai teman sekerja.
b.    Gaya kepemimpinan yang beroreitasi pada tugas. Dalam gaya ini pemimpin akan merasa puas apabila mampu menyelesaikan tugas-tugas yang ada padanya. Sehingga tidak memperhatikan hubungan yang harmonis dengan bawahan atau anggota, tetapi lebih berorentasi pada pelaksanaan tugas sebagai prioritas yang utama.

     Teori Jalan Kecil-Tujuan (Paht-Goal Theory)

Dalam teori Jalan Kecil-Tujuan berusaha untuk menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan pekerjaan bawahan atau angotanya. Berdasarkan hal tersebut, House (dalam M. Thoha, 1996:259) dalam Path-Goal Thery memasukkan empat gaya utama kepemimpinan sebagai berikut:
a.    Kepemimpinan direktif.

Gaya ini menganggap bawahan tahu senyatanya apa yang diharpkan dari pimpinan dan pengarahan yang khusus diberikan oleh pimpinan. Dalam model ini tidak ada
partisipasi dari bawahan atau anggota.

b. Kepemimpinan yang mendukung.

Gaya ini pemimpin mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap bawahan atau anggotanya.
c. Kepemimpinan partisipatif.
Gaya kepemimpinan ini, pemimpin berusaha meminta dan mempergunakan saran-saran dari para bawahannya. Namun pengambilan keputusan masih tetap berada padanya.

d. Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi.
Gaya kepemimpinan ini menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahannya untuk berprestasi. Demikian juga pemimpin memberikan keyakinan kepada mereka mampu melaksnakan tugas pekerjaan mencapai tujuan secara baik.
1. Model Kontigensi Fiedler
      Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya.
      Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power). Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin.
      Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.
      Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).
2. Model Kepemimpinan Vroom – Jago
      Model kepemimpinan ini menetapkan prosedur pengambilan keputusan yang paling efektif dalam situasi tertentu. Dua gaya kepemimpinan yang disarankan adalah autokratis dan gaya konsultatif, dan satu gaya berorientasi keputusan bersama.    Dalam pengembangan model ini, Vroom dan Yetton membuat beberapa asumsi yaitu :
a)    Model ini harus dapat memberikan kepada para pemimpin, gaya yang harus dipakai dalam berbagai situasi
b)   Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai dalam segala situasi
c)        Fokus utama harus dilakukan pada masalah yang akan dihadapi dan situasi dimana masalah ini terjadi
d)   Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam satu situasi tidak boleh membatasi gaya yang dipakai dalam situasi yang lain
e)    Beberapa proses social berpengaruh pada tingkat partisipasi dari bawahan dalam pemecahan masalah.
3. Model Kepemimpinan Jalur Tujuan
      Model kepemimpinan jalur tujuan (path goal) menyatakan pentingnya pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori motivasi eksperimental. Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert House yang berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi.
      Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan  model-model sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
4. Model Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard
      Pendekatan situasional menekankan pada ciri-ciri pribadi pemimpin dan situasi, mengemukakan dan mencoba untuk mengukur atau memperkirakan ciri-ciri pribadi ini, dan membantu pimpinan dengan garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang didasarkan kepada kombinasi dari kemungkinan yang bersifat kepribadian dan situasional.
      Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi merupakan suatu teori yang berusaha mencari jalan tengah antara pandangan yang mengatakan adanya asas-asas organisasi dan manajemen yang bersifat universal, dan pandangan yang berpendapat bahwa tiap organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu.
      Lebih lanjut Yuk! menjelaskan bahwa pendekatan situasional menekankan pada pentingnya faktor-faktor kontekstual seperti sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh unit pimpinan, sifat lingkungan eksternal, dan karakteristik para pengikut.
      Robbins dan Judge (2007) menyatakan bahwa pada dasarnya pendekatan kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard mengidentifikasi empat perilaku kepemimpinan yang khusus dari sangat direktif, partisipatif, supportif sampai laissez-faire. Perilaku mana yang paling efektif tergantung pada kemampuan dan kesiapan pengikut. Sedangkan kesiapan dalam konteks ini adalah merujuk pada sampai dimana pengikut memiliki kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan tugas tertentu.


0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Ads 468x60px

© Blogger Kejora, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena