Oleh Daqoiqul Misbah
A.
Pendahuluan
Secara historis setelah Nabi meninggal muncullah berbagai macam
mazhab pemikiran mulai dari Syi’ah, Jabariyah, Qadariyah, Mu’tazilah,
Asy’ariyah, dan hingga kini Ahmadiyah. Baik yang mempunyai latar belakang
politik maupun perbedaan pendapat antara mutakallimin.
Sejak munculnya mazhab pemikiran, banyak hal yang diperdebatkan
oleh mutakallimun dari berbagai mazhab pemikiran hingga saat ini. Hal yang
menjadi perdebatan antara mutakallimun antara lain, persoalan kepemimpinan, zat
dan sifat Allah, persoalan Jabr dan Ikhtiyar, dan salah satu persoalan yang
masih menjadi perdebatan antara mutakallimun yaitu tentang
ayat-ayat mutasyabihat.
Persoalan ayat-ayat mutasyabihat tidak hanya ada dalam ulum
al-Quran akan tetapi juga terdapat dalam pembahasan ilmu kalam. Apa pandangan mereka tentang ayat-ayat mutasyabihat dan apa
argumentasi mereka ?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas penulis akan
menguraikan pembahasan tersebut dengan sebaik mungkin.
B.
Definisi
Mutasyabihat
Membicarakan tentang macam ayat maka akan terdapat dua macam ayat,
yaitu ayat muhkam dan ayat mutasyabihat.
Muhkam secara etimologi.
أَحْكَمْتُ الشيء
فاسْتَحْكَمَ صار مُحْكَماً واحْتَكَمَ الأمرُ واسْتَحْكَمَ وثُقَ[1]
Aku menguatkan sesuatu maka dia menjadi kuat, menguatkan suatu hal
maka dia menjadi kuat.
Pengertian muhkam Secara terminologi masih berkaitan dengan artinya
secara etimologi, Allah SWT berfirman dalam surat Hud ayat 1 yang berbunyi:
!9# 4 ë=»tGÏ. ôMyJÅ3ômé& ¼çmçG»t#uä §NèO ôMn=Å_Áèù `ÏB ÷bà$©! AOÅ3ym AÎ7yz ÇÊÈ
“Alif
Lam Ra’. (inilah) sebuah kitab yang ayat-ayatnya dimuhkamkan, dikokohkan serta
dijelaskan secara rinci, diturunkan dari sisi (Allah) yang maha bijaksana lagi
Mahatahu” (Hud[11]; 1)
4!9# y7ù=Ï? àM»t#uä É=»tGÅ3ø9$# ÉOÅ3ptø:$# ÇÊÈ
“Alif Lam Ra’. Inilah ayat-ayat Quran yang
mengandung hikmah” (Yunus [10]:1)
“Quran itu seluruhnya muhkam”, maksudnya Quran itu kata-katanya
kokoh, fasih (indah dan jelas) dan membedakan antara yang hak dan yang batil
dan antara yang benar dengan dusta.
Mutasyabih secara etimologi.
Dalam buku Lisan al-Arab tertulis “Asyibhu dan
asysyabahu dan asy-syabihu sama dengan al-mitsl (serupa, sama)
jamaknya asyba, asybahu al-Syaiu al-Syai’a matsalahu (menyerupakan)
Seperti pengertian muhkam, pengertian mutasyabih menurut istilah
masih ada kaitannya dengan artinya menurut bahasa, Allah SWT berfirman dalam
surat az-Zumar ayat 23 yang berbunyi:
“Allah telah menurunkan
perkataan yang paling baik, yaitu al-Quran yang mutasyabih dan berulang-ulang” (az-Zumar[39]:23)
Dengan demikian, maka “Quran itu seluruhnya mutasyabih”, maksudnya
Qur’an itu sebagian kandungannya serupa dengan sebagian yang lain dalam
kesempurnaan dan keindahannya, dan sebagainnya membenarkan sebagian yang lain
serta sesuai pula maknanya.
Contoh-contoh ayat-ayat mutasyabih:
-
يد الله فوق أيديهم (الفتح: 10)
-
الرحمن علي العرش استوي (طه: 5)
C. Perbedaan dalam pemahaman al-Mutasyabih yang lebih sempit
Para sarjana Ulumul Qur’an hampir sependapat
bahwasanya semua ayat al-Qur’an adalah muhkam karena keserasian yang mantap dan
kekokohan ayat-ayatnya serta keserasian gagasan, pemikiran, dan sistem serta
hukum-hukumnya dalam al-Qur’an. menurut mereka, justifikasi penyifatan
mutasyabih kepada al-Qur’an adalah sekadar karena kemiripan dan kesamaan antara
sebagian ayat dengan sebagian lain dalam gaya bahasa dan tujuan.
Namun mereka berbeda pendapat sejak awal ketika ingin membatasi
makna yang dimaksud dengan muhkam dan mutasyabih di dalam ayat 7 surah Ali
Imran.[4]
uqèd
üÏ%©!$# tAtRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# çm÷ZÏB ×M»t#uä ìM»yJs3øtC £`èd Pé& É=»tGÅ3ø9$# ãyzé&ur ×M»ygÎ7»t±tFãB ( $¨Br'sù tûïÏ%©!$# Îû óOÎgÎ/qè=è% Ô÷÷y tbqãèÎ6®Kusù $tB tmt7»t±s? çm÷ZÏB uä!$tóÏGö/$# ÏpuZ÷GÏÿø9$# uä!$tóÏGö/$#ur ¾Ï&Î#Írù's? 3 $tBur ãNn=÷èt ÿ¼ã&s#Írù's? wÎ) ª!$# 3 tbqãź§9$#ur Îû ÉOù=Ïèø9$# tbqä9qà)t $¨ZtB#uä ¾ÏmÎ/ @@ä. ô`ÏiB ÏZÏã $uZÎn/u 3 $tBur ã©.¤t HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇÐÈ $oY/u w ùøÌè? $oYt/qè=è% y÷èt/ øÎ) $oYoK÷yyd ó=ydur $uZs9 `ÏB y7Rà$©! ºpyJômu 4 y7¨RÎ) |MRr& Ü>$¨duqø9$# ÇÑÈ
"7. Dia-lah yang menurunkan Al kitab
(Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat[183],
Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat[184].
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka
mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk
menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang
mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya
berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu
dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)
melainkan orang-orang yang berakal."
وقع الاختلاف في إمكان معرفة المتشابه، و منشأ هذا الاختلاف اختلافهم في الوقف
في قوله تعالي (و الراسخون في العلم) هل هو مبتدأ خبره (يقولون) و الواو للاستثناف، والوقف علي
قوله (و مايعلم تأويله إلا الله) ؟ أو هو معطوف (و يقولون) حال، و الوقف علي قوله (و الراسخون في العلم)[5]
D.
Ayat-ayat
Mutasyabihat menurut:
1.
Mu’tazilah
-
Menurut
hemat penulis, mu’tazilah membatasi pengertian mutasyabihat dengan pendapat
tentang waqf yang kedua yaitu yang berhenti pada kalimat
(و الراسخون في العلم) bahwa hubungan antara dua kalimat itu adalah
ma’thuf dan kata “yaqulun” menjadi hal. Yang menguatkan pendapat mereka
bahwasanya yang mengetahui ayat-ayat mutasyabihat untuk ditakwilkan Allah dan
orang-orang yang sangat dalam pengetahuannya.
Menurut
al-Qadi Abd al-Jabbar dalam bukunya Mutasyabih al-Quran, ia berpendapat bahwa
pernyataan امنا به)) menambah sempurna keterpujian
mereka, maksudnya seseorang yang mengetahui sesuatu lalu menampakkan pembenaran
yang diketahuinya itu maka ia telah melakukan sesuatu yang lebih baik daripada
ia mengetahui tapi tak ingin tahu.[6]
-
Tujuan
firman Allah adalah memberi sesuatu yang bermanfaat bagi mukalaf, bukan
bagi-Nya sendiri, karena mustahil bagi-Nya kemanfaatan dan kemudaratan.
Kemanfaatan mestilah berasal dari sesuatu yang mengacu kepada maknanya. Dengan
demikian mestilah semua firman-Nya merupakan petunjuk yang bisa dipakai untuk
mengetahui maksud-Nya.
-
Tidak mungkin ayat-ayat datang dari Allah
tidak memberi pengertian apapun, Allah tidak mungkin menghendaki ayat-ayat
mutasyabihat yang memiliki manfaat bagi mukallaf namun tidak dapat diketahui,
maka ini pun akan membuat ayat-ayat itu percuma saja atau sama saja Allah
mewajibkan manusia untuk mempercayainya sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat
apapun.
2.
Syi’ah
Syi’ah Isma’ilyah Bathiniyah menciptakan gagasan teori lahir dan
batin atau dalam istilah mereka “al-Muthl wa al-Mamthul”,
tujuannya adalah untuk mengimpretasi teks-teks agama, syariat, baik Qur’an
ataupun Sunnah, karena dalam mazhab mereka ta’wil merupakan pilar, asas dan
landasan utama dalam proses pengukuhan sebuah aqidah dan penegakan ideologi,
atas dasar tersebut yang membadakan Syi’ah Isma’iliyah dengan mazhab-mazhab
lain.[7]
3.
Salafiyah
Salafiyah
merupakan mazhab pemikiran yang sama sekali mengharamkan untuk mengamalkan
ayat-ayat mutasyabih.
Ulama
salafiyah memilih pendapat yang pertama yaitu
(و الراسخون في العلم) مبتدأ خبره (يقولون) و الواو للاستثناف، والوقف علي
قوله (و مايعلم تأويله إلا الله)
Pendapat
Ibnu Abbas bahwa muhkam itu apa yang diimani dan diamalkan sementara mutasyabih
adalah apa yang diimani tapi tidak diamalkan.[8]
Tidak mengamalkan ayat-ayat mutasyabih maka berdampak pada penafsiran ayat-ayat
al-Qur’an Adapun
argumentasi mereka tentang tafsir
Al Quran secara tekstual.
إنما توقفنا في تفسير الآيات وتأويلها لأمرين :
أحدهما : المنع الوارد في التنزيل في قوله
تعالى : ( فأما الذين في قلوبهم زيغ فيتبعون ما تشابه منه ابتغاء الفتنة وابتغاء تأويله
وما يعلم تأويله إلا الله والراسخون في العلم يقولون آمنا به كل من عند ربنا وما يذكر
إلا أولوا الألباب ) فنحن نحترز عن الزيغ
.
والثاني : أن التأويل أمر مظنون بالاتفاق والقول في صفات الباري بالظن
غير جائز فربما أولنا الآية على غير مراد الباري تعالى فوقعنا في الزيغ بل نقول كما
قال الراسخون في العلم ( كل من عند ربنا ) آمنا بظاهره وصدقنا بباطنه ووكلنا علمه إلى
الله تعالى ولسنا مكلفين بمعرفة ذلك إذ ليس ذلك من شرائط الإيمان وأركانه.[9]
Adapun hadis yang menguatkan
pendapat mereka yaitu:
عن عائشة قالت: تلا رسول الله صلي الله عليه و
سلّم هذه الاية ] uqèd
üÏ%©!$#
tAtRr&
y7øn=tã
|=»tGÅ3ø9$#
- إلي قوله - (#qä9'ré&
É[=»t6ø9F{$# قال
رسول الله صلي الله عليه و سلّم: فإذا رأيت الذين يتبعون ما تشابه منيه فاولئك
الّذين سمّي الله فاحذروهم.
“Dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah
membaca ayat ini (surat al-Imran: 7). Kemudian berkata: “apabila kamu melihat
orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabihat mereka itulah yang disinyalir
Allah. Maka waspadalah terhadap mereka.”[10]
4.
Ahl Al-Sunnah
Dalam menginterpretasikan ayat-ayat
mutasyabihat, Ahl as-Sunnah wa al-Jama'ah bersikap moderat dan mengambil jalan
tengah, dengan menetapkan semua sifat Tuhan tanpa tasybih(menyerupakan tuhan
dengan materi) dan ta'thil(meniadakan sifat-sifat tuhan).
Kelompok ketiga ini (ahl al-sunnah wal-jama'ah), sangat berhati-hati dalam meninterpretasikan ayat-ayat mutasyabihat dan hadits yang banyak mengandung kata metaforis. Mereka memilih diam, "no comment". Kami beriman terhadap dzahirnya ayat, membenarkan muatan isinya, dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah, kami tidak dipaksa untuk mengetahuinya, begitulah keluh mereka, pasrah.
Misalnya Ayat "al-Rahman 'ala al-arsy istawa" Imam Malik bin Anas, ketika ditanyakan maksud dari ayat ini, beliau hanya menjawab "istiwa itu sudah maklum, namun prakteknya tidak jelas (Majhul), tetapi kita tetap harus meyakini kebenarannya, sedangkan bertanya tentang ini bid'ah". Jawaban yang simpel ini, mensinyalir, betapa akidah hanyalah merupakan keyakinan semata tanpa harus dirasionalisasikan sebagaimana wujud manusia[11]
Kelompok ketiga ini (ahl al-sunnah wal-jama'ah), sangat berhati-hati dalam meninterpretasikan ayat-ayat mutasyabihat dan hadits yang banyak mengandung kata metaforis. Mereka memilih diam, "no comment". Kami beriman terhadap dzahirnya ayat, membenarkan muatan isinya, dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah, kami tidak dipaksa untuk mengetahuinya, begitulah keluh mereka, pasrah.
Misalnya Ayat "al-Rahman 'ala al-arsy istawa" Imam Malik bin Anas, ketika ditanyakan maksud dari ayat ini, beliau hanya menjawab "istiwa itu sudah maklum, namun prakteknya tidak jelas (Majhul), tetapi kita tetap harus meyakini kebenarannya, sedangkan bertanya tentang ini bid'ah". Jawaban yang simpel ini, mensinyalir, betapa akidah hanyalah merupakan keyakinan semata tanpa harus dirasionalisasikan sebagaimana wujud manusia[11]
. Menurut ulama Ahl al-Sunnah
Ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang pengertiaanya dapat diketahui baik secara lahiriah ataupun dengan takwil. Sedang ayat mutashabihat adalah ayat yang ketentuannya hanya diketahui Allah.[12]
Ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang pengertiaanya dapat diketahui baik secara lahiriah ataupun dengan takwil. Sedang ayat mutashabihat adalah ayat yang ketentuannya hanya diketahui Allah.[12]
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Machasin, MA, al-Qadi Abd
al-Jabar Mutasyabih al-Quran: Dalih Rasionalitas al-Quran. Yogyakarta:
Lkis Yogyakarta, 2000
M. Baqir Hakim, Ulumul Quran. Jakarta: Al-Huda, 2006
Manna Khalil Qatan, Studi Ilmu-Ilmu Quran. Bogor: Linter Antarnusa, 2009
لسان العرب
الملل والنحل
مناع
القطّان، مباحث في علوم القران بيروت: منشورات العصر الحديث، 1973
[3]
Manna Khalil Qatan, Studi Ilmu-Ilmu Quran. (Bogor: Linter Antarnusa, 2009).
Hal. 306
[4]
M. Baqir Hakim, Ulumul Quran. (Jakarta: Al-Huda, 2006), hal. 255-256
[6] Dr. Machasin, MA, al-Qadi Abd al-Jabar
Mutasyabih al-Quran: Dalih Rasionalitas al-Quran. (Yogyakarta: Lkis Yogyakarta,
2000), hal. 55
[7] http://www.eramuslim.com/syariah/tsaqofah-islam/dr-kamaluddin-nurdin-marjuni-konsep-ta-wil-syi-ah-bathiniyah-pengaruhnya-terhadap-hermeneutika-3.htm
[8] M.
Baqir Hakim, Ulumul Quran. (Jakarta: Al-Huda, 2006), hal. 266
[10] Manna
Khalil Qatan, Studi Ilmu-Ilmu Quran. (Bogor: Linter Antarnusa, 2009).
Hal.308-309
[12] http://pesantren.or.id.42303.masterweb.net/ppssnh.malang/cgi-bin/content.cgi/artikel/ayat_mutasyabihat.single?seemore=y
Terima kasih telah berbagi artikel langka ini. salam sukses
BalasHapus