Oleh Daqoiqul Misbah
A.
Tarekat Syattariyah
v Pendiri Tarekat Syattariyah dan masa hidupnya
Nama
Tarekat Syattariyah sering dihubungkan dengan seorang ulama yang mempopulerkan
tarekat ini di India, yakni Syâh Abd Allâh al-Syattârî (w. 890 H/1485 M).
v Penyebar di Nusantara dan masa hidupnya
Penyebar
Tarekat Syattariyah di Nusantara adalah Abdurrauf al-Singkili (1024 – 1105 H/
1615 – 1693 M), yang bisa jadi merupakan satu-satunya ulama yang paling
otoritatif dalam menyebarkan tarekat ini di wilayah Melayu-Indonesia yang jelas
telah menunjukkan posisinya sebagai ulama mumpuni yan dapat mensejajarkan
dirinya dengan para ulama besar dari belahan dunia lain. Demikianlah, sejauh
menyangkut peyebaran ajaran neo-sufisme melalui Tarekat Syattariyah di wilayah
Melayu-Indonesia ini, as-Singkili merupakan figur utama, karena hampir semua
silsilah Tarekat Syattariyah bermuara kepada dirinya.
v Daerah yang banyak pengikutnya
Sejak
mulai berkembangnya pada abad XVII hingga kini, Tarekat Syattariyah telah
tersebar ke berbagai pelosok di Sumatera Barat, mulai dari daerah Padang
Pariaman dan Tanah Datar, menyusul kemudian daerah Agam, Solok, Sawah Lunto
Sijunjung, Pasaman hingga Pesisir Selatan. Dengan demikian, Tarekat Syattariyah
di Sumatera Barat telah memulai penyebarannya melalui jalur daerah pantai
pesisir sampai ke darek atau luhak nan tigo, yaitu Luhak Tanah
Datar, Luhak Agam, dan Luhak Lima Puluh Kota.
v Pokok-pokok ajaran
Dalam
kitab al-Simt al-Majid al-Qusyasyi berisi aturan dan tata tertib menjadi
anggota tarekat, serta juga berisi tuntunan tentang cara zikirnya. Menurutnya,
gerbang pertama bagi seseorang untuk masuk ke dunia tarekat adalah Baiat dan
Talqin. Di antara tata cara talqin adalah calon murid terlebih dahulu menginap
di tempat tertentu yang ditunjuk oleh syaikhnya selama tiga malam dalam keadaan
suci (berwudhu).
Setiap
malamnya harus melakukan sholat sunnat sebanyak enam rakaat, dengan tiga kali
salam. Pada rakaat pertama dari dua rakaat pertama, setelah surah al-Fatihah,
membaca surah al-Qadr enam kali. Kemudian pada rakaat kedua, setelah membaca
surah al-Fatihah, membaca surah al-Qadr dua kali. Pahala shalat tersebut
dihadiahkan kepada Nabi Saw, seraya berharap mendapat pertolongan dari Allah
Swt. Selanjutnya, pada rakaat pertama dari dua rakaat kedua, setelah surat
al-Fatihah membaca surah al-Kafirun lima kali, dan pada rakaat kedua setelah membaca
surah al-Fatihah membaca al-Kafirun tiga kali dan pahalanya dihadiahkan untuk
arwah para nabi, keluarga, sahabat serta para pengikutnya.
Terakhir,
pada rakaat pertama dari dua rakaat ketiga, setelah surah al-Fatihah membaca
surah al-Ikhlas empat kali dan pada rakaat kedua, setelah al-Fatihah membaca
surah al-Ikhlas dua kali. Kali ini pahalanya dihadiahkan untuk arwah guru-guru.
B.
Tarekat Sammaniyah
v Pendiri Tarekat Sammaniyah dan masa hidupnya
Tarekat
Sammaniyah didirikan oleh Muhammad ibn Abd al-Karîm al-Quraysyî al-Madanî
al-Syafi’î, yang lebih dikenal dengan al-Sammân. Ia lahir pada tahun 1130
H/1718 M, di Madinah dari keluarga Quraisy.
v Penyebar di Nusantara dan masa hidupnya
Penyebar tarekat
ini di Nusantara tidak bisa lepas dari peran Abdussamad al-Palimbani (1704-1789
M), yang mana beliau adalah murid al-Sammân yang paling berperan dalam
penyebaran Sammaniyah di Nusantara. Beliau adalah ulama Indonesia yang pertama
memperkenalkan ajaran gurunya ke dalam kitab-kitab berbahasa Melayu.
v Daerah yang banyak pengikutnya
Tarekat Sammaniyah adalah terekat yang paling besar pengikutnya dan
tersebar di seluruh kotamadya/kabupaten di Sulawesi Selatan. Di beberapa
kabupaten di Sulawesi Selatan, seperti Bone, Pare Pare, Luwu, Bulukumba,
Soppeng, dan di Makassar, sekurang-kurangnya empat masjid tarekat ini tersebar
di sana, khususnya di tempat suku Bugis dan Makassar berdomisili.
v Pokok-pokok ajaran
Ajaran Tarekat Sammaniyah mengacu pada buku al-Sammân, al-Nafahât
al-Ilâhiyah. Buku ini memuat delapan bab, yaitu tobat, baiat, zikir,
khalwat, penyakit hati, persaudaraan, adab kepada guru, wali, tawassul, wahdatul
wûjud, Nur Muhammad, insan kamil dan penutup tentang nasihat ikhwân.
Zikir Sammaniyah adalah jahr (keras) dengan lafal nafi’
isbat, yaitu lâ ilâha illa Allâh. Dalam beberapa buku rujukan
tarekat ini dijelaskan, bahwa lafal itu yang afdal sesuai dengan hadis, Afdal
al-Dzikir lâ ilâha illa Allâh. Adapun dalil keutamaan zikir jahr (keras),
yaitu riwayat Ibn Abbas bahwa pada masa Nabi Saw, zikir jahr
dilaksanakan setelah jamaah selesai salat fardu. Manfaat zikir jahr,
antara lain menampakkan syiar Islam, memberi berkah para pendengarnya,
menghapus dosa, dan menumbuhkan iman. Zikir jahr bagaikan tukang bexi
yang memukulkan palunya untuk menghilangkan karat yang melengket pada besi.
Begitu pula orang yang berzikir jahr dapat menghilangkan dosa yang
melekat dalam hati.
C.
Tarekat Khalwatiyah
v Pendiri Tarekat Khalwatiyah dan masa hidupnya
Tarekat
Khalwatiyah diambil dari kata “khalwat”, yang artinya menyendiri untuk
merenung. Khalwatiyah juga diambil dari nama pendirinya yaitu Syekh Muhammad
Khalwati (w. 717 H), yang sering melakukan khlawat di tempat-tempat sepi.
v Penyebar di Nusantara dan masa hidupnya
Tarekat
Khalwatiyah di Nusantara diperkenalkan oleh Syeikh Yusuf Taj al-Khalwati
al-Makassari. Beliau lahir di
kerajaan Gowa pada tahun 1626 M.
v Daerah yang banyak pengikutnya
Di Indonesia, ajaran
tarekat ini berkembang luas di Sulawesi Selatan. Seperti halnya di beberapa
tempat lainnya, ajaran Tarekat Khalwatiyah yang berkembang di Sulawesi Selatan
terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Tarekat Khalwatiyah Yusuf dan Tarekat
Khalwatiah Samman.
v Pokok-pokok ajaran
Ajaran-ajaran
Tarekat Khlawatiyah, yaitu:
1.
Yaqza: kesadaran akan dirinya sebagai makhluk yang hina di hadapan Allah
Swt
2.
Taubah: mohon ampun atas segala dosa
3.
Muhasabah: menghitung-hitung atau intropeksi diri
4.
Inabah: berhasrat kembali kepada Allah
5.
Tafakkur: merenung tentang kebesaran Allah
6.
I’tisam: selalu bertindak sebagai khalifah Allah di bumi
7.
Firar: lari dari kehidupan jahat dan keduniawian yang tidak berguna
8.
Riyadah: melatih diri dengan beramal sebanyak-banyaknya
9.
Tasyakur: selalu bersyukur kepada Allah dengan mengabdi dan memuji-Nya
10.
Sima’:
mengonsentrasikan seluruh anggota tubuh dalam mengikuti
perintah-perintah Allah terutama pendengaran.
Intinya, para murid dari Tarekat Khalwatiyah harus tawajjuh, yaitu
murid menerima pelajaran-pelajaran dasar dari guru (Mursyid) seperti
zikir-zikir tertentu setelah itu diadakan baiat dan talkin. Dan tahap awal
sebelum pembantaian adalah seseorang harus mengadakan penyucian batin, sikap
dan perilaku yang tidak baik.
Dalam Tarekat Khalwatiyah dikenal adanya sebuah amalan yang
disebut Al-Asma’ As-Sab’ah (tujuh nama). Yakni tujuh macam dzikir atau tujuh
tingkatan jiwa yang harus dibaca oleh setiap salik.
Dzikir pertama adalah La ilaaha illallah (pengakuan
bahwa tiada Tuhan selain Allah). Dzikir pada tingkatan jiwa pertama ini disebut
an-Naf al-Ammarah (nafsu yang menuruh pada keburukan, amarah). Jiwa ini
dianggap sebagai jiwa yang paling terkotor dan selalu menyuruh pemiliknya untuk
melakukan perbuatan dosa dan maksiat atau buruk, seperti mencuri, bezina,
membunuh, dan lain-lain.
Kedua, Allah (Allah). Pada tingkatan jiwa kedua ini disebut
an-Nafs al-Lawwamah (jiwa yang menegur). Jiwa ini dianggap sebagai jiwa yang
sudah bersih dan selalu menyuruh kebaikan-kebaikan pada pemiliknya dan
menegurnya jika ada keinginan untuk melakukan perbuatan-perbuatan buruk.
Ketiga, Huwa (Dia). Dzikir pada tingkatan ketiga ini disebut
an-Nafs al-Mulhamah (jiwa yang terilhami). Jiwa ini dianggap yang terbersih dan
telah diilhami oleh Allah SWT, sehingga bisa memilih mana yang baik dan mana
yang buruk.
Keempat, Haq (Maha Benar). Tingkatan jiwa ini disebut
an-Nafs al-Muthmainnah (jiwa yang tenang). Jiwa ini selain bersih juga dianggap
tenang dalam menghadapi segala problema hidup maupun guncangan jiwa lainnya.
Kelima, Hay (Maha Hidup). Disebut juga dzikir an-Nafs
ar-Radliyah (jiwa yang ridla). Jiwa ini semakin bersih, tenang dan ridla (rela)
terhadap apa yang menimpa pemiliknya, karena semua berasal dari pemberian Allah.
Keenam, Qayyum (Maha Jaga). Tingkatan jiwa ini disebut juga
an-Nafs Mardliyah (jiwa yang diridlai). Selain jiwa ini semakin bersih, tenang,
ridla terhadap semua pemberian Allah juga mendapatkan keridlaan-Nya.
Ketujuh, Qahhar (Maha Perkasa). Jiwa ini disebut juga
an-Nafs al-Kamilah (jiwa yang sempurna). Dan inilah jiwa terakhir atau puncak
jiwa yang paling sempurna dan akan terus mengalami kesempurnaan selama hidup
dari pemiliknya.
Ketujuh tingkatan (dzikir) jiwa ini intinya didasarkan
kepada ayat al-Qur’an. Tingkatan pertama didasarkan pada surat Yusuf ayat 53:
“Sesunguhnya jiwa itu selalu menyuruh kepada keburukan”.
Tahap awal yang dilakukan seseorang calon murid menjelang
pembaiatan adalah harus mengadakan penyucian batin, sikap dan perilaku yang
tidak baik, seperti: hasad, riya’ dan ghibah. Setelah penyucian batin maka
diisi dengan perilaku yang baik (husn al-zhan, husn al-khuluq, husn al-adab).
D.
Tarekat Naqsyabandiyah
v Pendiri Tarekat Naqsyabandiyyah dan masa hidupnya
Tarekat
Naqsyabandiyyah didirikan oleh seorang pemuka tasawuf bernama lengkap Muhammad
bin Muhammad Baha’ al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsabandi (717 H/1318 M – 791
H/1389 M).
v Penyebar di Nusantara dan masa hidupnya
Menurut Dr. Hj.
Sri Mulyati, MA., dalam disertasinya menjelaskan bahwa Syaikh Yusuf Makassari
(1626 – 1699 M) merupakan orang pertama yang memperkenalkan Tarekat
Naqsyabandiyyah di Nusantara. Ia menerima ijazah dari Syaikh Muhammad Abd
al-Baqi di Yaman kemudian mempelajari tarekat ketika berada di Madinah di bawah
bimbingan Syaikh Ibrahim al-Kurani. Mungkin saja Syaikh Yusuf bukan orang
pertama yang menganut tarekat Naqsyabandiyyah di Indonesia, namun ia adalah
orang pertama yang menulis tarekat ini, sehingga kemudian ia dianggap sebagai
orang pertama yang memperkenalkan Tarekat Naqsyabandiyyah di Indonesia.
v Daerah yang banyak pengikutnya
Dataran tinggi
Minangkabau adalah wilayah yang penganut Naqsyabandiyyahnya paling padat.
Mereka menerima tarekat ini ketika berada di Makkah, atau mungkin ketika ia
tinggal sebentar di Singapura. Tarekat ini cepat menyebar sampai di Silungkang,
Cangking, Singkarak dan Bonjol. Sampai tahun 1869 kira-kira seperdelapan dari
penduduk telah bergabung dengan tarekat ini. Di antara tokoh yang berpengaruh
sebagai Syaikh Naqsyabandiyyah adalah Jalaluddin dari Cangking. Ia menyebarkan
pembaharuan yang berorientasi ke Makkah, penolakan terhadap ajaran mistik yang
sinkretis dan syirik, penekanan pada kebutuhan untuk melafalkan perkataan arab
yang benar, pembetulan arah kiblat masjid-masjid, dan pembetulan awal dan akhir
Ramadhan.
v Ajaran Tarekat Naqsyabandiyyah:
1.
Ajaran
dasar
Menurut Najmuddin Amin Al-Kurdi dalam kitabnya
“Tanwir al-Qulub fi Mu’amalah ‘Allam al-Ghuyub”, terdiri dari 11 asas, 8
asas dirumuskan oleh Abd al-Khaliq Ghujdwani, sedangkan 3 asas lainnya dari
Muhammad Baha’ al-Din Naqsyabandi. Ajaran dasar tersebut adalah:
1.
Huwasy
dar dam: sadar sewaktu bernafas
2.
Nazhar
bar qadam: menjaga langkah
3.
Safar
dar wathan: melakukan perjalanannya di tanah
kelahirannya
4.
Khalwat
dar anjuman: sepi di
tengah keramaian
5.
Yad
kard: berdzikir terus menerus mengingat Allah
6.
Baz
gasyt: kembali, memperbaharui
7.
Nigah
dasyt: waspada
8.
Yad
dasyt: mengingat kembali
9.
Wuquf
zamani: memeriksa penggunaan waktu
10.
Wuquf
‘adadi: memeriksa hitungan dzikir
11.
Wuquf
qalbi: menjaga hati tetap terkontrol
2.
Dzikir
Dzikir adalah
berulang-ulang menyebut nama Allah atau menyatakan kalimah La ilaha illa
Allah (tiada Tuhan selain Allah), dengan tujuan untuk mencapai kesadaran
akan Allah yang lebih langsung dan permanen. Ada dua macam dzikir: (1) Dzikir
Ism al-Dzat: mengingat nama yang hakiki dengan mengucapkan nama Allah
berulang-ulang dalam hati bahkan ribuan kali sambil memusatkan perhatian kepada
Allah semata. (2) Dzikir Tauhid: mengingat keesaan.
3.
Kaifiat
Dzikir
Adapun
kaifiat dzikir yang sesuai dengan adab yang berlaku adalah sebagai berikut:
a.
Menghimpun
segala pengenalan dalam hati
b.
Menghadapkan
diri (perhatian) kepada Allah
c.
Membaca
Istighfar sekurang-kurangnya 3 kali
d.
Membaca
Al-Fatihah dan Al-Ikhlas
e.
Menghadirkan
roh Syekh Tarekat Naqsyabandiyyah
f.
Mematikan
diri sebelum mati
4.
Rabithah
Rabithah ialah
menghadirkan rupa guru atau syekh ketika hendak berdzikir. Hal ini sebagai
salah satu kelanjutan dari salah satu ajaran yang terdapat pada tarekat ini
adalah wasilah. Wasilah adalah mediasi melalui seorang pembimbing
spiritual (mursyid) sebagai suatu hal yang dibutuhkan untuk kemajuan spiritual.
5.
Khatm
Khwajagan
Khatm artinya
penutup, atau akhir, khwajagan berasal dari bahasa Persia artinya
syaikh-syaikh. Jadi, khatm khwajagan adalah serangkaian wirid, ayat,
shalawat dan doa yang menutup setiap zikir berjamaah. Khatm khwajagan terdiri
atas:
a.
Pembacaan
istighfar 15 atau 25 kali, didahului oleh sebuah doa pendek
b.
Melakukan
rabithah bi al-syaikh, sebelum berdzikir
c.
Membaca
7 kali surah al-fatihah
d.
Membaca
shalawat 100 kali
e.
Membaca
surat Alam Nasyrah (surat ke-94) 77 kali
f. - Membaca
surah al-ikhlas 1001 kali
g.
Membaca
ayat-ayat tertentu dari al-Qur’an
0 komentar:
Posting Komentar